Senin, 02 Maret 2009

Satuan-Satuan Perang : Antara Uhud dan Ahzab


Bencana Perang Uhud membawa perngaruh yang kurang menguntungkan bagi pamor kaum mukminin. Aroma mereka menjadi luntur dan wibawa mereka di hati manusia jadi susut. Ditambah lagi dengan beberapa kendala internal dan eksternal. Belum genap dua bulan setelah Perang Uhud, Bani Asad sudah menggelar persiapan untuk menyerang Madinah, kemudian kabilah-kabilah Adhal dan Qarah pada bulan Safar 4 H melakukan konspirasi yang mengakibatkan kematian 10 shahabat. Pada bulan yang sama pula muncul konspirasi yang dilakukan Bani Amr, yang mengakibatkan kematian 70 shahabat. Kejadian ini dikenal dengan kejadian Bi’r Mu’unah.

Pada masa itu orang-orang Yahudi Bani Nadhir senantiasa memperlihatkan permusuhan, hingga pada bulan Rabi’ul-Awwal 4 H mereka melakukan konspirasi untuk membunuh Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam. Bani Ghathafan juga ikut-ikutan untuk menyerang Madinah pada bulan Jumadal-Ula. Angin yang berhembus dari arah orang-orang mukmin seusai Perang Uhud menyebabkan mereka dikepung dari bebagai penjuru, namun semua ini merupakan hikmah tersendiri bagi Rasulullah dalam mengalihkan berbagai gelombang dan mengembalikan pamor orang-orang muslim yang sempat surut. Langkah pertama untuk mengembalikan pamor adalah gerakan pengusiran hingga ke Hamra’ul-Asad. Gerakan ini sempat menggetarkan dan mengejutkan orang-orang munafik dan Yahudi. Berikut ini akan kami uraikan beberapa manuver militer dan gerakan kaum muslimin.

Satuan perang di bawah komando Abu Salamah

Yang pertama kali melakukan perlawanan terhadap kaum muslimin setelah tragedi Uhud adalah Bani Asad bin Khuzaimah. Mata-mata Madinah mencium berita bahwa Thalhah dan Salamah sedang giat menggalang kekuatan untuk menyerang Rasulullah. Maka seketika itu pula beliau mengirim satuan pasukan dengan kekuatan 150 personil dari muhajirin dan anshar. Beliau menunjuk abu salamah sebagai komandan sekaligus pembawa bendera. Abu Salamah langsung menggulung Bani Asad di perkampungannya sebelum mereka menyerang Madinah. Alhasil, orang-orang muslim berhasil mendapatkan harta rampasan berupa onta dan kambing, setelah itu orang-orang muslim kembali ke Madinah dalam keadaan utuh. Peristiwa ini terjadi tepat munculnya hilal bulan Muharram 4 H.

Satuan pasukan di bawah komando Abdullah bin Unais .

Pada tanggal 5 Muharram tahun itu pula, ada berita masuk ke Madinah bahwa Khalid bin Sufyan Al-Hadzaly menghimpun orang untuk menyerang muslimin. Maka Rasulullah mengirim Abdullah bin Unais untuk membinasakannya. Selama 18 hari Abdullah bin Unais meninggalkan Madinah, kemudian pada hari Sabtu seminggu sebelum habisnya bulan Muharram, Abdullah bin Unais muncul sambil membawa kapala Khalid bin Sufyan dan diperlihatkan kepada Rasulullah.

Utusan ke Ar-Raji’

Pada bulan Shafar di tahun yang sama, ada orang dari Adhal dan Qarah datang kepada Rasulullah seraya mengabarkan bahwa di tengah kaumnya ada beberapa orang muslim. Mereka meminta orang untuk mengajarkan tentang islam dan membacakan Al-Qur’an, maka beliau mengutus 6 orang. Beliau menunjuk Martsad bin Abu Martsad Al-Ghanwy sebagai pemimpin rombongan. Mereka berangkat bersama para utusan dari Adhal dan Qarah. Ternyata utusan dari Adhal dan Qarah yang memang hendak memperdayai orang-orang muslim itu meminta bantuan pada penduduk perkampungan Hudzail yaitu Bani Lahyan. Akhirnya orang-orang muslim terkepung, dan berusaha menyelamatkan diri menuju tempat yang lebih tinggi. Orang-orang yang mengepung pun berkata, “Kami berjanji dan bersumpah tidak akan membunuh seorang pun di antara kalian asal kalian mau turun.”

Namun Ashim dan beberapa rekannya menolak tawaran yang dianggap hanya suatu tipuan saja. Maka dia bertempur malawan para pengepung hingga meninggal bersama 7 orang rekannya. Sedangkan Khubaid bin Ady, Zaid bin Ad-Datsinnah dan seorang lagi yang masih hidup ditawari perjanjian yang lain, tetapi mereka dikhianati dan hendak diikat. Orang yang ke tiga berkata, “Ini merupakan awal penghianatan.” Namun akhirnya dia di bunuh.

Mereka membawa Zaid dan Khubaid ke Makkah dan menjualnya. Khubaid ditahan di Makkah dan dimasukkan ke dalam penjara setelah dibeli Hujair bin Abu Ihab At-Tamimy. Sebelum hendak dibunuh di luar Makkah di Tan’im, sesaat sebelum disalib Khubid meminta untuk melaksanakan shalat dua rakaat, dan dikabulkan. Setelah mengucapkan salam, dia berkata sendiri, “Demi Allah kalau bukan karena mereka akan mengatakan bahwa aku sedang ketakutan, tentu aku ingin shalat lebih banyak lagi.” Kemudian mereka menyalib tubuhnya dan membunuhnya serta menunjuk beberapa orang untuk menjaga jasadnya. Namun Amr bin Umayyah muncul pada malam hari dan mengambil jasad Khubaid untuk dikuburkan.

Sedangkan Zaid bin Ad-Datsinnah dibeli Shafwan bin Umayyah, lalu dibunuhnya, karena Zaid telah membunuh ayahnya. Orang-orang Quraisy mengirim utusan untuk mendatangi jasad Ashim dan memotong sebagian dari tubuhnya, agar mereka benar-benar dapat menyakiti kematiannya, karena Ashim telah banyak membunuh pemuka dan bangsawan Quraisy pada waktu Perang Badr. Namun Allah mengutus sekumpulan lebah untuk melindungi jasad Ashim, sehingga orang-orang Quraisy tidak dapat menjamahnya.

Tragedi Bi’r Mu’unah

Pada bulan yang sama setelah tragedi Ar-Raji’, terjadi tragedi lain yang lebih parah lagi, yang dikenal dengan tragedi Bi’r Mu’unah. Ceritanya bermula dari kedatangan Abu Bara’ Amir bin Malik, yang berjuluk Mula’ibul-Asinnah (orang yang pandai memain-mainkan tombak) menemui Rasulullah, beliau menyerunya untuk masuk islam namun dia tidak mau dan tidak juga menunjukkan permusuhan. Bahkan dia berkata, “Wahai Rasulullah, andaikan saja engkau mengutus para shahabatmu ke penduduk Najd menyeru mereka kepada agamamu, tentu aku berharap mereka mau menemui seruan itu.” Beliau menjawab, “Aku mengkhawatirkan keamanan mereka dari ulah penduduk Najd.” “Aku menjamin keamanan mereka,” jawab Bara’.

Maka Rasulullah mengutus 70 orang, dan sebagai pimpinan rombongan adalah Al-Mundzir bin Amr dari Bani Sa’idah yang berjuluk Al-Mu’naqu Liyamuta (yang ingin cepat-cepat mati syahid). Rombongan yang terdiri dari shahabat pilihan dan penghapal Al-Qur’an, bersama Abu Bara melakukan perjalanan pada siang hari dan membagikan kepada penduduk yang dilewati sambil membacakan Al-Qur’an. Setibanya di Bi’r Ma’unah, daerah yang diapit Bani Amir dan Harrah Bani Sulaim, setelah itu Haram Bin Milhan diutus untuk menyampaikan surat Rasulullah kepada musuh Allah, Amir bin Ath-Thufail, namun Amir tidak mau membacanya dan dia memerintahkan seseorang untuk menikam Haram dengan tombak.

Seketika itu pula Amir bin Ath-Thufail mengajak Bani Amir untuk menghabisi orang-orang muslim, tapi Bani Amir manolak, karena mereka telah terikat perjanjian dengan Abu Bara’ yang telah menjamin keselamatan rombongan orang-orang muslim. Namun Amir bin Ath-Thufail mengajak Bani Sulaim, dan disambut oleh Kabilah Ushayyah, Ri’l dan Dzakwan. Mereka datang mengepung para shahabat lalu membunuh tanpa ada sisa kecuali Ka’b bin Zaid bin An-Najjar. Dengan akalnya Amir pura-pura mati tertusuk tombak, hingga dia bisa selamat sampai meletus perang Khandaq.

Sementara itu Amr bin Umayyah Adh-Dhamry dan Al-Mundzir bin Uqbah bin Amir yang sedang menggembalakan ternak melihat sekumpulan burung yang berputar-putar tak jauh dari peristiwa pembantaian. Al-Mundzir tahu apa yang terjadi, dia membantai orang-orang yang membantai rekan-rekannya hingga maninggal, sedangkan Amr bin Umayyah ditawan oleh Amir bin Ath-Thufail, namun setelah itu dia dibebaskan setelah tahu asalnya dari Bani Mudhar.

Amr bin Umayyah pergi ke Madinah hendak menemui Rasulullah guna memberi kabar tentang apa yang menimpa 70 orang muslim. Namun dalam perjalanan dan setibanya di jalan tembus di Qarqarah dia bertemu dengan dua orang dari Bani Kilab yang sama-sama istirahat, lalu dia membunuh dua orang tersebut, karena dia mengira dua orang tersebut termasuk dalam pengeroyokkan kepada 70 orang muslim, padahal antara Rasulullah dan Kabilah kedua orang tersebut ada perjanjian persahabatan, dan Amr bin Umayyah tidak mengetahuinya. Setibanya di Madinah dia lalu menceritakan semuanya kepada Rasulullah, dan atas kesalahannya dia harus membayar tebusan, inilah yang menjadi sebab terjadinya perang Bani Nadhir.

Rasulullah sangat terpukul atas dua kejadian diatas tersebut, bahkan beliau sempat berdoa dan melancarkan serangan terhadap kabilah-kabilah yang berkhianat dan membantai para shahabat.

Perang Bani Nadhir

Orang-orang Yahudi sangat benci terhadap orang-orang muslim, mereka menampakkan kedengkian dan permusuhan. Untuk itu mereka melakukan berbagai cara untuk mengganggu orang-orang muslim tanpa harus berperang dengan mereka, sekalipun sudah ada perjanjian diantara mereka dan kaum muslim. Namun setelah Perang Uhud mereka menjadi lancang berani menampakkan permusuhan dan penghianatan. Rasulullah bersabar menghadap ulah mereka ini, bahkan mereka melakukan konspirasi untuk membunuh beliau. Ini terjadi saat beliau pergi mendatangi mereka bersama beberapa shahabat, agar mereka mau membantu membayar tebusan bagi kedua orang yang telah dibunuh Amr bin Umayyah.

Sambil menunggu janji mereka Rasulullah duduk di pinggir tembok samping rumah milik mereka. Namun mereka malah sepakat untuk membunuh Rasulullah di tempat itu. Namun Jibril datang dan memberitahukan hal tersebut kepada Rasulullah, dan seketika itu pula beliau bangkit dari duduknya dan pulang ke Madinah, tanpa memberitahu pada shahabat yang ikut bersama beliau. Lalu Rasulullah menyuruh Muhammad bin Maslamah untuk menemui Bani Nadhir dan menyuruh Bani Nadhir untuk pergi meninggalkan Madinah.

Yahudi Bani Nadhir bersiap-siap untuk pergi dari Madinah, tapi pimpinan orang-orang munafik Abdullah bin Ubay bin Salul menemui mereka dan menguatkan hati mereka untuk tidak pergi meninggalkan Madinah, karena Abdullah bin Ubay dan dua ribu orang siap mati membela Bani Nadhir. Kepercayaan Yahudi Bani Nadhir pun bangkit kambali karena suntikan moril tersebut, dan mereka sepakat untuk melakukan perlawanan. Tentu saja perkembangan ini menjadi rawan bagi orang-orang muslim. Kenekadan orang-orang Yahudi Bani Nadhir untuk melakukan serangan bisa membawa akibat yang kurang menguntungkan. Bani Nadhir mempunyai kekuatan yang bisa diandalkan dan tidak mudah bagi mereka untuk menyerah begaitu saja. Keadaan seperti ini sangat riskan jika diharuskan berperang, dan situasi seperti ini mendorong kaum muslim untuk lebih waspada. Maka tidak heran jika orang-orang muslim sepakat untuk menyerang Bani Nadhir, setelah diketahui mereka hendak membunuh Rasulullah.

Setelah Rasulullah mengetahui reaksi Huyai bin Akhtab, beliau bertakbir bersama para shahabat lalu bangkit untuk menyerang orang-orang Yahudi Bani Nadhir. Semua penduduk Bani Nadhir masuk ke dalam benteng sambil melancarkan serangan dengan anak panah dan batu. Kebun korma dan lading-ladang cukup membantu. Oleh karena itu Rasulullah memerintahkan untuk menebanginya. Allah menurunkan ayat Al-Qura’an tentang hal ini,

Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, Maka (semua itu) adalah dengan izin Allah dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.” (Al-Hasyr : 5)

Pengepungan tidak berlangsung lama, hanya enam atau lima hari hingga Allah menyusupkan ketakutan di dalam hati mereka, hingga mereka menyerah dan meletakkan senjata. Rasulullah memberi kesempatan kepada mereka untuk meninggalkan Madinah dengan seluruh keluarga. Mereka lalu merobohkan rumah-rumah mereka untuk diambil pintu dan jendelanya, mereka membawa istri dan anak mereka dan 600 ekor onta. Diantara orang-orang Bani Nadhir hanya dua orang yang masuk islam, yaitu Yamin bin Amr dan Abu Sa’d bin Wahb sehingga mereka tetap bisa memiliki harta bendanya.

Semua harta benda dan tempat tinggal serta senjata Bani Nadhir menjadi milik Rasulullah, lalu beliau memberikannya kepada siapa yang beliau kehendaki, dan bukan hanya seperlimanya saja. Beliau membaginya, terutama kepada kaum Muhajirin yang awal dan memberikan sebagian kepada Abu Dujanah dan Sahl bin Hunaif dari Anshar, karena keduanya sangat miskin. Beliau mengambil untuk nafkah keluarga selama satu tahun, sedang senjata dan perangkat perang sebagai persediaan perang Fi Sabilillah.

Perang Bani Nadhir terjadi pada bulan Rabi’ul-Awwal 4 H, bertepatan dengan bulan Agustus 625 M. Allah menurunkan surat Al-Hasyr secara menyeluruh tentang peperangan ini.

Perang Najd

Dengan kemenangan yang diperoleh orang-orang muslim dalam peperangan Bani Nadhir tanpa ada pengorbanan apa pun dan kekuasaan di Madinah semakin kokoh. Dan orang-orang munafik juga terlecehkan karena mereka menampakkan kelicikkannya. Rasulullah mempunyai kesempatan untuk menumpas arang-orang Arab Badui yang selalu mengganggu orang-orang muslim seusai Perang Uhud.

Rasulullah mendapat berita yang disampaikan mata-mata Madinah tentang berhimpunnya orang-orang Badui dan pedalaman dari Bani Muharib dan Tsa’labah dari Ghathafan untuk melakukan serangan. Namun saat orang-orang Badui dan pedalaman melihat Rasulullah mereka langsung ketakutan, kocar-kacir ke segala penjuru dan bertahan di puncak-puncak bukit. Begitulah orang-orang muslim menggetarakan hati orang-orang Badui itu, kemudian mereka pulang ke Madinah.

Memang tidak dipungkiri adanya peperangan pada masa itu, tapi kondisi Madinah pada saat itu perlu dipertimbangkan. Sebab Perang Badr yang ke dua seperti yang dijanjikan Abu Sufyan saat dia kembali dari Perang Uhud sudah semakin dekat. Untuk itu kejahatan orang-orang Badui tersebut harus dibungkam terlebih dahulu sebelum kaum muslimin terjun ke Perang Badr (yang kedua).

Perang Badr yang kedua

Setelah orang-orang muslim dapat membungkam dan menghentikan gangguan orang-orang Arab Badui, mereka mulai bersiap-siap untuk menghadapi musuh terbesar. Maka pada bulan Sya’ban 4 H atau Januari 626 M Rasulullah pergi bersama 1500 prajurit. Pasukan ini diperkuat dengan 10 penunggang kuda. Bendera berada di tangan Ali bin Abu Thalib, madinah diwakilkan pada Abdullah bin Rawahah.

Sedangkan Abu Sufyan pergi bersama 2000 prajurit, yang diperkuat dengan 50 penunggang kuda. Sebenarnya berat hati Sufyan untuk keluar dari Makkah, karena dia memikirkan akibat peperangan dengan kaum muslimin. Ketakutan selalu membayangi hatinya. Ketika singgah di Zhahran, bertambah kecil hatinya. Maka dia mencari akal untuk kambali lagi ke Makkah. Ternyata ketakutan juga membayangi hati prajurit-prajurit Abu Sufyan, maka mereka kembali ke Makkah tanpa harus berperang.

Orang-orang muslim menunggu kedatangan pasukan Quraisy di Badr selama 8 hari. Karena pasukan Quraisy tidak juga datang, akhirnya orang-orang muslim kembali lagi ke Madinah dengan membawa pamor yang harum dan keberadaan mereka disegani. Peristiwa ini di kenal dengan sebutan Perang Badr yang dijanjikan, atau Perang Badr Kedua, atau Perang Badr yang terakhir, atau Perang Badr Shughra.

Perang Daumatul-Jandal

Sepulang Rasulullah dari Badr, keadaan di wilayah Madinah menjadi aman dan tentram, pemerintahan beliau dapat berjalan lancar. Setelah Badr Shughra beliau menetap di Madinah selama 6 bulan. Kemudian datang berita bahwa beberapa kabilah di sekitar Dumatul-Jandal, tak jauh dari Syam, suka merampas dan merampok siapa pun yang lewat di daerah itu. Bahkan mereka menghimpun orang untuk menyerang Madinah.

Madinah dipercayakan kepada Siba’ bin Urfuthah Al-Ghifary. Sedang beliau berangkat bersama 1000 prajurit pada akhir Rabi’ul-Awwal 5 H beliau menunjuk Mandzur dari Bani Udzrah sebagai penunjuk jalan. Beliau mengadakan perjalanan pada malam hari dan beristirahat pada siang hari, hingga tiba di tempat musuh yang tidak menyadari kedatangan beliau bersama pasukan muslimin. Setelah tahu, mereka pun berpencar melarikan diri.

Setelah tiba di perkampungan Dumatul-Jandal kaum muslimin tidak menemukan seorang pun. Rasulullah menetap di sana beberapa hari, memecah pasukan menjadi beberapa kelompok dan melakukan pengejaran ke segala penjuru. Tapi tak seorang pun ditemukan. Setelah itu beliau kembali ke Madinah, setelah menempatkan Uyainah bin Hishn di Dumah, dibagian timur Syam.

Dengan gerakan cepat dan dengan rencana yang matang ini, Rasulullah mampu menciptakan keamanan, ketentraman dan menguasai keadaan, mengalihkan hari demi hari untuk kemaslahatan orang-orang muslim, meringankan beban eksternal dan internal, yang sebelumnya senantiasa mengejar dan mengepung mereka dari segala penjuru. Orang-orang munafik tidak lagi berani berbuat macam-macam dan hanya diam saja. Setelah salah satu kabilah yahudi dapat di usir. Orang-orang Quraisy juga menghentikan serangan terhadap kaum muslimin. Dengan begitu, orang-orang muslim bisa bernafas lega dan bebas menyebarkan islam serta menyampaikan Risalah Allah.

Dinukil dari ” Ar-Rahikqul-Mahtum,

Bahtsum Fis-Sirah An-Nabawiyah

Ala Shahibina Afdhalish-Shalati Was-Salam”





0 komentar:

 
.