Senin, 02 Maret 2009


Profil SalafSelain Mukjizat Al-Quran yang diturunkan Alloh kepadanya dan sabda-sabdanya (As-Sunnah) yang keduanya dijadikan sebagai petunjuk bagi Umat manusia, Rosululloh SAW juga telah membentuk dan mewariskan sahabat-sahabat mulia dengan karakteristik yang unik dan memiliki potensi, kecakapan yang berbeda-beda tetapi akhlak mulia menempatkan meraka pada jalur dan tujuan yang sama. Dalam siroh Salaf kali ini akan diceritakan sosok Salman Al-Farisi RA. sahabat dari Persi (Iran), seorang pemuda yang gagah lagi bergelimang harta tetapi kesungguhan, keikhlasan dan kesabarannya dalam mencari kebenaran hakiki telah menempatkannya menjadi salah satu sahabat mulia.

Pencari Kebenaran Sejati

Dalam suatu riwayat Salman radliyallahu ‘anhu. menceritakan sendiri tentang pengembaraannya dalam mencari kebenaran:

Aku berasal dari desa Ji di Isfahan, Persia. Aku adalah anak kesayangan ayahku, seorang bupati di daerah itu. Mulanya aku adalah penganut Majusi yang taat hingga aku diserahi tugas sebagai penjaga api.

Suatu saat aku melewati sebuah gereja Nashrani yang sedang mengadakan sembahyang. Setelah masuk dan memperhatikan apa yang mereka kerjakan, aku kagum. Aku pun bertanya tentang asal agama mereka yang ternyata berasal dari Syria. Kuceritakan hal ini kepada bapakku dan kukatakan bahwa upacara kaum Nashrani sungguh mengagumkan, lebih baik dari agama Majusi yang sekarang kuanut. Lalu terjadilah diskusi antara aku dan bapakku yang berujung pada dijebloskannya diriku dalam penjara dengan kaki terikat rantai.

Kepada orang-orang Nashrani, kuberitahukan bahwa aku telah menganut agama mereka dan berpesan agar aku diberitahu jika ada rombongan dari Syiria yang datang. Setelah permintaanku dipenuhi aku pun meloloskan diri dari penjara dan bergabung dengan rombongan tersebut ke Syiria. Di Syiria aku tinggal sebagai pelayan bersama dengan seorang Uskup untuk belajar agama yang baru kuanut. Sayang, Uskup ini seorang yang tidak baik agamanya, karena ia suka mengelabuhi orang-orang dengan mengumpulkan sedekah dari mereka dengan alasan untuk dibagikan, tetapi pada kenyataannya ia simpan untuk dirinya pribadi. Kemudian Uskup itu wafat….dan mereka mengangkat orang lain sebagai gantinya. Dan menurutku tak seorang pun yang lebih baik agamanya dari Uskup baru ini. Aku sangat mencintainya sedemikian rupa, sehingga hatiku merasa tak seorang pun yang lebih kucintai sebelum itu daripadanya. Dan ketika menjelang wafat aku tanyakan kepada sang Uskup siapa yang harus kuhubungi sepeninggalnya. Lalu Uskup tersebut menyarankanku untuk pergi ke Mosul dan menemui pimpinan pendeta di sana.

Aku lanjutkan pengembaraanku ke negeri Mosul. Namun yang kujalani pun sama; belum puas aku dalam mendalami agama, pendeta yang kuikuti menanti ajal. Kemudian aku disarankan ke Nasibin. Tak seberapa lama pendetanya juga menanti ajal. Lagi-lagi kubertanya kepadanya. Maka aku disuruhnya untuk menghubungi seorang pemimpin yang tinggal di Amuria, suatu kota yang masuk wilayah Romawi.

Aku berangkat ke sana dan tinggal bersamanya, sedang sebagai bekal hidup aku berternak sapi dan kambing beberapa ekor. Kemudian dekatlah pula ajalnya dan kutanyakan kepadanya kepada siapa aku dipercayakannya. Ujarnya, "Anakku, tak seorang pun yang kukenal serupa dengan kita keadaannya dan dapat kupercayakan engkau padanya. Tetapi sekarang telah dekat datangnya masa kebangkitan seorang Nabi yang mengikuti agama Ibrahim secara murni. Ia nanti akan hijrah ke suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak di antara dua bidang tanah berbatu-batu hitam. Seandainya kamu dapat pergi ke sana, temuilah dia, Ia mempunyai tanda-tanda yang jelas dan gamblang: ia tidak mau makan shadaqah, sebaliknya bersedia menerima hadiah dan di pundaknya ada cap kenabian yang bila kamu melihatnya, segeralah kamu mengenalinya."

Kebetulan suatu hari lewatlah rombongan berkendaraan dari jazirah Arab. Aku minta agar mereka mau membawaku pergi ke negeri mereka dengan imbalan sapi-sapi dan kambing-kambing hasil jerih payahku sebagai peternak. Permintaan tersebut dikabulkan. Namun ketika sampai di negeri yang bernama Wadil Qura, rombongan tersebut menganiayaku dan menjualku kepada seorang Yahudi sebagai budak. Setelah beberapa lama, aku dibeli oleh seorang Yahudi lain dari Bani Quraidhah dan dibawa ke Madinah. Sesampainya di Madinah aku pun akhirnya yakin bahwa negeri ini adalah sebagaimana yang disebutkan kepadaku dulu.

Setelah mendengar kedatangan Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam. yang hijrah ke Madinah, aku pun datang menjumpai beliau beberapa kali, dan kudapati semua tanda-tanda kenabian yang pernah diceritakan kepadaku. Hal ini membuatku bertambah yakin akan kebenaran Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam dan untuk menyatakan keislamanku. Namun statusku sebagai budak telah menghalangiku untuk turut serta dalam perang Badar dan Uhud. Dengan bantuan finansial para sahabat, aku pun akhirnya berhasil ditebus dan dimerdekakan.

Ahli Strategi & Saksi Kejayaan Islam

Pada tahun kelima Hijriah terjadilah perang Khandaq (dikenal juga dengan perang Ahzab). Kaum Muslimin di Madinah diserang oleh kekuatan gabungan anti Islam dari luar dan dari dalam. Pasukan Kafir Quraisy dan Ghathfan menyerbu Madinah dari luar sedangkan Yahudi Bani Quraidhah menyerang dari dalam, sehingga mereka akan terjepit dari dua arah, karenanya mereka akan hancur lumat dan hanya tinggal nama belaka, anggap mereka.

Waktu itu kaum Muslimin sempat panik dan mereka bagaikan kehilangan akal melihat pasukan gabungan yang tidak diduga-duga itu sedemikian banyaknya. Keadaan mereka dilukiskan oleh Al-Quran sebagai berikut:

“Ketika mereka datang dari sebelah atas dan dari arah bawahmu, dan tatkala pandangan matamu telah berputar liar, seolah-olah hatimu telah naik sampai kerongkongan, dan kamu menaruh sangkaan yang bukan-bukan terhadap Alloh.” (Q.S. 33 Al-Ahzab:l0)

Melihat kondisi ini Salman segera mengamati geografis sekitar Madinah, dan sebagaimana yang telah dikenalnya kota itu di kelilingi gunung dan bukit-bukit batu yang tak ubahnya sebagai benteng yang kokoh. Hanya saja di sana terdapat pula daerah terbuka, luas dan terbentang panjang, sehingga dengan mudah akan dapat diserbu musuh untuk memasuki benteng pertahanan. Akhirnya Salman menyarankan salah satu strategi perang Persia yang asing bagi bangsa Arab, yakni penggalian parit sepanjang daerah terbuka mengelilingi kota.

Pasukan kaum kafir yang hendak menyerbu Madinah merasa terpukul melihat hal yang tidak disangka-sangka itu, hingga tidak kurang sebulan lamanya kekuatan mereka bagai terpaku di kemah-kemah karena tidak berdaya menerobos kota. Dan akhirnya pada suatu malam Alloh ta’ala mengirim angin topan yang menerbangkan kemah-kemah dan memporak-porandakan tentara mereka. Abu Sufyan pun menyerukan kepada anak buahnya agar kembali pulang ke kampung mereka…dalam keadaan kecewa bercampur putus asa karena menelan kekalahan pahit…

Sewaktu penggalian parit ada kejadian aneh, yang Alloh ta'ala tampakkan sebagai mukjizat bagi utusan-Nya, Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam. Waktu itu kebetulan di tempat penggalian Salman bersama sahabat-sahabatnya, tembilang mereka terbentur pada sebuah batu besar. Salman beserta para sahabat lainnya pun kuwalahan memecahkan batu tersebut. Lalu Salman pergi melapor kepada Rosululloh dan minta idzin untuk mengalihkan jalur parit dari garis semula, untuk menghindari batu besar yang tak tergoyahkan itu. Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam. pun pergi bersama Salman untuk melihat sendiri. Setelah menyaksikannya, Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam. meminta sebuah tembilang dan menyuruh para shahabat mundur dan menghindarkan diri dari pecahan-pecahan batu itu nanti…

Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam. lalu membaca basmalah kemudian menghunjamkannya dengan sekuat tenaga ke batu besar itu. Akhirnya batu itu terbelah dan dari celah belahannya keluar lambaian api yang tinggi dan menerangi. “Saya lihat lambaian api itu menerangi pinggiran kota Madinah”, kata Salman. Sementara itu Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam. mengucapkan takbir seraya bersabda, "Alloh Maha Besar! Aku telah dikaruniai kunci-kunci istana negeri Persi, dan dari lambaian api tadi nampak olehku dengan nyata istana-istana kerajaan Hiroh begitu pun kota-kota maharaja Persi dan pasti ummatku akan menguasai semua itu."

Untuk kali kedua Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam. memukul kembali batu besar itu. Maka tampaklah seperti semula tadi. Pecahan batu besar itu menyemburkan lambaian api yang tinggi dan menerangi, sementara Rosululloh bertakbir, sabdanya: "Alloh Maha Besar! Aku telah dikaruniai kunci-kunci negeri Romawi, dan tampak nyata olehku istana-istana merahnya, dan pasti ummatku akan menguasainya."

Kemudian dipukulnya untuk yang ketiga kali, dan batu besar itu pun pecah berderai, sementara sinar yang terpancar darinya amat nyala dan terang benderang. Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam. pun mengucapkan "la ilaha illalloh" diikuti dengan gemuruh oleh kaum Muslimin. Lalu diceritakanlah oleh Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam. bahwa beliau sekarang melihat istana-istana dan mahligai-mahligai di Syria maupun Shon’a, begitu pun di daerah-daerah lain yang suatu ketika nanti akan berada di bawah naungan bendera Alloh yang berkibar. Maka dengan keimanan penuh Kaum Muslimin pun serentak berseru:

"Inilah yang dijanjikan Alloh dan Rasul-Nya …. Dan benarlah Alloh dan Rasul-Nya."

Salman adalah orang yang mengajukan saran untuk membuat parit. Dan dia pulalah penemu batu yang telah memancarkan rahasia-rahasia dan ramalan-ramalan ghaib, yakni ketika ia meminta tolong kepada Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam. Ia berdiri di samping Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam. menyaksikan cahaya dan mendengar berita gembira itu. Dan dia masih hidup ketika ramalan itu menjadi kenyataan, dilihat bahkan dialami dan dirasakannya sendiri. Dilihatnya kota-kota di Persi dan Romawi, dan dilihatnya mahligai istana di Shon’a, di Mesir, di Syria dan di Irak. Pendeknya disaksikan dengan mata kepalanya bahwa seluruh permukaan bumi seakan berguncang keras, karena seruan mempesona penuh berkah yang berkumandang dari puncak menara-menara tinggi di setiap pelosok, memancarkan sinar hidayah Alloh.

Mandiri, Intelgensia Tinggi & Bersahaja

Di masa tuanya, Salman memanfaatkan sisa waktunya di samping berbakti untuk negara, menganyam dan menjalin daun kurma untuk dijadikan bakul atau keranjang. Padahal ia seorang tua yang berwibawa, mampu dan tidak berkekurangan. Tunjangan yang diperolehnya tidak sedikit, antara empat sampai enam ribu setahun. Tapi semua itu disumbangkannya habis, satu dirham pun tak diambil untuk dirinya. Katanya: "Untuk bahannya kubeli daun satu dirham, lalu kuperbuat dan kujual tiga dirham.

Yang satu dirham kuambil untuk modal, satu dirham lagi untuk nafkah keluargaku, sedang satu dirham sisanya untuk shadaqah. Seandainya Umar bin Khatthab RA. melarangku berbuat demikian, sekali-kali tiadalah akan kuhentikan!"

Diriwayatkan oleh Hisyam bin Hisan dari Hasan: "Tunjangan Salman sebanyak lima ribu setahun, (gambaran kesederhanaannya) ketika ia berpidato di hadapan tigapuluh ribu orang separuh baju luarnya (aba'ah) dijadikan alas duduknya dan separoh lagi menutupi badannya. Jika tunjangan keluar, maka dibagi-bagikannya sampai habis, sedang untuk nafqahnya dari hasil usaha kedua tangannya".

Ketika menanti ajal, Sa'ad bin Abi Waqqash datang menjenguknya dan ia dapati Salman menangis, teringat pesan Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam: "Hendaklah bagian masing-masingmu dari kekayaan dunia ini seperti bekal seorang pengendara", sedangkan ia merasa hartanya masih banyak. Sa'ad mengatakan: "Saya perhatikan, tak ada yang tampak di sekelilingku kecuali satu piring dan sebuah baskom." Lalu kataku padanya: "Wahai Abu Abdillah, berilah kami suatu pesan yang akan kami ingat selalu darimu!" Maka ujarya: "Wahai Sa'ad!

Ingatlah Alloh di kala dukamu, sedang kau derita.

Dan pada putusanmu jika kamu menghukumi.

Dan pada saat tanganmu melakukan pembagian".

Rupanya inilah yang telah mengisi kalbu Salman mengenai kekayaan dan kepuasan. Ia telah memenuhinya dengan zuhud terhadap dunia dan segala harta, pangkat dengan pengaruhnya; yaitu pesan Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam kepadanya dan kepada semua sahabatnya, agar mereka tidak dikuasai oleh dunia dan tidak mengambil bagian daripadanya, kecuali sekedar bekal seorang pengendara. WAllohu'alam.

Diolah dari "Shuwar Min Hayati sh-Shohabah", Dr. Abdurrohman Raf'at al-Basya.




0 komentar:

 
.