Selasa, 13 Januari 2009

HADITS


Menceritakan kepada saya Muhammad bin‘Utsman bin Karamah, Khalid bin Makhlad menceritakan kepada kami, Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami , Syarik bin Abdullah bin Abu Namr telah bercerita saya dari ‘Atha’, Abu Hurairah berkata, “Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Allah Ta’ala berfirman: (Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka telah Aku nyatakan perang kepadanya....)’” HR. Al-Bukhari, bab ke-38 (at-Tawadhu’), no. 6502.

Rawi

Muhammad bin ‘Utsman bin Karamah, beliau termasuk salah seorang dari guru-guru al-Bukhari. Beliau banyak tercantum bersama guru-gurunya dalam periwayatan hadits,
misalnya bersama Khalid bin Makhlad, sebagaimana yang tertera dalam hadits ini. Al-Bukhari sendiri cukup banyak meriwayatkan hadits dari gurunya ini tanpa perantara siapa pun, di antaranya hadits yang terdapat pada bab al-Isti’adzah min al-Jubn, dalam kumpulan
doa-doa (kitab ad-da’awat) yang ditulis oleh al-Bukhari dalam Shahihnya.

‘Atha’, beliau adalah Ibnu Yasar, demikianlah yang termaktub dalam beberapa referensi. Ada juga yang mengatakan bahwa beliau adalah Ibnu Abi Rabbah. Akan tetapi, pendapat pertama yang lebih benar, komentar al-Khatib.

Ibnu ‘Adi berkata tentang sanad hadits ini, “Hadits ini gharib jiddan. Andai al-Bukhari tidak
memasukkannya ke dalam Shahihnya, pastilah para pakar hadits akan menganggapnya termasuk ke dalam kumpulan hadits-hadits munkar yang berasal dari Khalid bin Makhlad. Karena tidak ada yang meriwayatkan redaksi hadits ini dengan sanad ini selain al-Bukhari,
bahkan dalam Musnad Ahmad pun tidak ada.”
Namun, Ibnu Hajar kurang sependapat dengan ucapan Ibnu ‘Adi tersebut. Kemudian Ibnu Hajar menambahkan, sebenarnya Syarik, guru dari guru Khalid bin Makhlad juga banyak diperbincangkan para pakar hadits. Akan tetapi, terdapat jalur lain yang membuktikan bahwa hadits ini memang memiliki asal yang jelas dan dapat dipercaya. Seperti hadits yang berasal dari ‘Aisyah yang dicantumkan Ahmad dalam az-Zuhd.
Ibnu Abi Dunya dan Abu Nu’aim juga mencantumkan hadits serupa dalam al-Hilyah.
Lalu, hadits ini juga dapat ditemukan dalam az-Zuhdmilik al-Baihaqi.
Syarh
(إنّ اللهَ تعالى)
Al-Kirmani berkata, “Ini termasuk dalam rangkaian hadits-hadits qudsi.”
Dalam redaksi dari jalur lain, terdapat keterangan bahwa Rasulullah memperoleh riwayat ini melalui perantaraan Jibril, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Anas.

مَنْ عَادَى لِيْ وِليّاً)
Dalamriwayat Ahmad, disebut ْ
مَنْ آذَى لِيْ وِليّاً
(Siapa yang menyakiti wali-Ku).
Dalam riwayat mauquf yang berasal dari Wahb bin Munabbih diungkapkan, “Siapa yang menghina wali-Ku dari kalangan orang beriman, ia telah menabuh genderang perang dengan-Ku.”
Wali Allah adalah orang yang mengenal Allah dengan baik, yang tekun dalam ketaatan kepada Allah, dan yang benar-benar ikhlas dalam beribadah kepada-Nya.
Terdapat sedikit masalah, mungkinkah wali Allah memiliki musuh?! Permusuhan itu selalu berasal dari dua pihak yang berlawanan, padahal wali-wali Allah selalu bersikap toleran dan lemah lembut terhadap orang-orang yang menyelisihi mereka?
Jawabannya, permusuhan itu tidak mesti harus berupa pertengkaran atau terbatas hanya dalam perkara mu’amalah duniawi saja. Namun, permusuhan juga bisa tumbuh dari rasa benci yang dihasilkan oleh fanatisme kesukuan; seperti kaum Rafidhah yang membenci Abu Bakar, atau ahlul bid’ah yang membenci ahlus sunnah.
Permusuhan bisa terbentuk dari dua sisi yang berbeda. Pertama, dari sisi wala’ dan bara’, yaitu permusuhan karena dan kepada Allah. Seperti orang Fasik yang bermaksiat secara terang-terangan, dia membenci wali-wali Allah karena mereka selalu mengingatkannya akan larangan-larangan Allah, orang Fasik tidak suka akan hal ini.
Kedua, permusuhan yang bukan berasal dari wala’ dan bara’, seperti permusuhan yang timbul karena perkara duniawi. Berkata Ibnu Hubairah dalam al-Ifshah, “Saya tidak melihat ada arti lain dari kata -- @page { size: 8.5in 11in; margin: 0.79in } P { margin-bottom: 0.08in } --> مَنْ عَادَى لِيْ وِليّاً
selain permusuhan yang timbul dari rasa cinta kepada Allah. Hal ini tidak mutlak. Akan terjadi kasus-kasus yang merupakan pengecualian dari kaidah ini. Seperti cekcok yang terjadi antara dua orang wali Allah dengan tujuan untuk mengungkap kebenaran atau untuk menghilangkan
ketidakjelasan. Seperti perselisihan yang terjadi antara Abu Bakar dan Umar, dan antara Abbas dan Ali, atau kejadian lain yang serupa dengan itu.”
Al-Fakihani memiliki tafsirannya sendiri dengan ungkapan beliau, “Timbulnya permusuhan dalam koridor wala’ dan bara’ disebabkan rasa hasad yang muncul dari satu pihak terhadap pihak lain yang mencintai Allah.”

(بِالحَرْبِ)

Dalam riwayat Mu’adz diungkapkan denga kata “Dia telah menantang Allah untuk berperang.”
Dalam hadits Abu Umamah dan Anas disebutkan, “Ia telah menantang-Ku.”
Perang berasal dari permusuhan, permusuhan timbul dari perselisihan. Puncak dari perang adalah kehancuran yang menimpa salah satu pihak yang berperang atau keduanya. Namun, jika perang itu terjadi dan Allah sebagai lawan, kehancuran hanya akan menimpa pihak musuh Allah, siapa yang mampu mengalahkan Allah?! Dengan kata lain, orang yang memusuhi wali Allah, tak ubahnya dia mencampakkan dirinya pada kehancuran.
Kunang-kunang yang menabrakkan dirinya dengan kobaran api. Al-Fakihani berkata, “Terdapat ancaman yang amat mengerikan dalam hadits ini. Karena, siapa saja yang diperangi oleh Allah, pasti akan dimusnahkan-Nya. Ungkapan yang digunakan dalam hadits ini adalah majaz yang sangat tinggi dan dalam. Maknanya, siapa saja yang membenci orang yang mencintai Allah, berarti dia telah berselisih dengan Allah. Siapa saja yang berselisih dengan Allah, akan dimusuhi oleh Allah; dan siapa saja yang dimusuhi-Nya, pasti akan dihancurkannya.
Apabila berlaku untuk mereka yang memusuhi Allah, hal ini juga berlaku untuk mereka yang mencintai Allah. Artinya, siapa yang melindungi dan menolong wali Allah, Allah pasti akan memuliakannya.”
Ath-Thufi berkata, “Ketika wali Allah dekat kepada Allah dengan ketaatan dan taqwa, Allah pun akan mendekat kepadanya dengan membawa perlindungan dan pertolongan. Ketentuan Allah yang tidak mungkin dibantah, bahwa musuh dari musuh adalah teman, dan teman musuh adalah musuh. Musuh wali Allah adalah musuh Allah. Siapa yang memusuhi wali Allah, sama
saja dengan memeranginya; siapa yang memerangi wali Allah, sama saja dengan memerangi Allah.”
Wallahu a’alam. [iBRaHiM]

Fath
al-Bari, Ibnu Hajar al-‘Asqalani, jilid 11, hlm. 414-417.

0 komentar:

 
.