Minggu, 13 Juli 2008

Keutamaan Jihad di Jalan Allah, Edisi ke-7, Brain-news.blogpot.com


Islam mendorong kaum muslimin untuk berjihad di jalan Allah dalam rangka meninggikan kalimat-Nya. Serta memotivasi mereka agar menyongsong maut dengan lapang, hati tegar, dan jiwa yang tenang lantaran menginginkan kemuliaan yang ada pada sisi Allah. Dan Allah telah membesarkan ganjaran dan pahala atas amal tersebut serta melimpahkan keutamaan dan anugerah di dalamnya.
Berikut ini, anda bisa mengetahui sebagian riwayat yang menerangkan tentang keutamaan jihad di jalan Allah:

1. Jihad fi sabilillah adalah salah satu pilar besar dari pilar-pilar Islam, salah satu faridhah dari faridhah-faridhah dalam islam.
Jihad fi sabilillah adalah salah satu ibadah yang diperintahkan oleh Allah kepada hamba-hambanya, Allah memerintahkan ibadah jihad fie sabilillah dalam ayat-Nya;
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqaroh: 216)
Juga firman Allah;
“Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada fitnah lagi, dan agama hanya untuk Allah saja. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Malihat apa yang mereka kerjakan. Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung.” (Al-Anfal: 39-40)
Kemudian Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam juga bersabda tentang perintah memerangi orang kafir sampai mereka melaksanakan islam, Rasulullah bersabda, “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah.” (H.R Bukhori dan Muslim)

2. Jihad fisabilillah adalah dzarwatus-sanam (puncak tertinggi).
Yang di maksud tertinggi adalah dari sisi pahala dan ganjarannya.
Rasulullah saw. bersabda,
“Puncak tertinggi dalam Islam adalah jihad, tidak akan dapat mencapainya kecuali orang yang paling utama di antara mereka.” (HR. Ath-Thabrani).
Dalam hal ini Ibnu Nuhas berkata, “Barang siapa yang diberi rezki Allah dengan jihad, maka ia telah mandapatkan seluruh apa yang ada dalam islam dari bagian-bagian kemulyaannya, karena tidurnya mujahid berpahala, bepergiannya pahala, infaqnya pahala, hasilnya berpahala, takutnya berpahala, hausnya berpahala, laparnya pahala,semua gerakannya berpahala, dan lainnya.”.
3. Jihad fi sabilillah adalah ibadah yang tertinggi setelah iman.
Jihad fie sabilillah adalah ibadah sebagai bentuk usaha untuk taqorrub kepada Allah, serta amalan yang paling utama setelah iman. Bahkan andaikata semua amal ibadah digabungkan pun tidak akan mampu menyaingi keutamaan jihad fi sabilillah.
Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.” (Ash-Shaf : 10-13)
Dari Abu Dzar radliyallahu’anhu berkata,
“Aku bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, amal perbuatan apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis lain, “Rasulullah pernah ditanya, amal perbuatan yang paling utama? Beliau menjawab, “Iman kepada Allah,” Lantas beliau ditanya lagi “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Lantas beliau ditanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Haji yang mabrur.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i)
Abu Hurairah radliyallahu’anhu berkata,
“Nabi saw. ditanya, “Wahai Rasulullah, apa yang bisa menyamai jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab, “Kalian tidak akan mampu melakukannya.” Mereka mengulang pertanyaan tersebut dua atau tiga kali, semuanya di jawab beliau, “Kalian tidak akan mampu melakukannya.” Kemudian beliau berkata, “Perumpamaan mujahid di jalan Allah adalah seperti orang yang berpuasa dan berdiri shalat membaca ayat-ayat Allah, ia tidak berhenti dari puasa ataupun shalatnya sampai mujahid tersebut kembali -dari perang-“ (HR. Muslim, Abu Dawud dan An-Nasa’i)
Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya di dalam surga ada 100 derajat tingkatan, Allah menyiapkannnya bagi orang-orang yang berjihad di jalan Allah. Jarak antara dua derajat tingkatan tersebut sebagaimana jarak langit dan bumi.” (HR. Bukhari, Muslim, An-Nasa’I dan Ibnu majah)
Dari Abu Said Al-Kudzi radliyallahu’anhu., dia berkata, “Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ridha Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai Diennya dan Muhammad sebagai Rasul-Nya, maka wajib baginya masuk surga.” Mendengar ucapab tersebut, takjublah Abu Said, lantas iapun berkata, “Ulangilah ucapan tersebut padaku ya Rasulullah.” Beliau mengulangi ucapan tersebut kepadanya. Kemudian beliau bersabda, “Dan yang lain, Allah meninggikan bagi seorang hamba karenanya 100 derajat tingkatan di dalam surga, jarak antara dua derajat tingkatan tersebut sebagaimana jarak langit dan bumi.’ Abu Sa’id bertanya, “Apa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab : “Jihad di jalan Allah.” (HR. Muslim, Abu dawud dan An-Nasa’i)
Dari At-Tirmidzi, maksud “derajat” tersebut adalah 100 tahun.
Rasulullah bersabda,
“Tempat kedudukan di barisan dalam barisan di jalan Allah adalah lebih utama di sis Allah daripada ibadahnya seseorang selama 60 tahun.” (HR. Al-Hakim—Shahih)
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. bersabda,
“Sungguh perginya berperang seseorang di pagi hari di jalan Allah atau di sore hari adalah lebih baik daripada dunia dan seluruh isinya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw. bersabda :
“Demi Dzat yang mana waktu berada di tangan-Nya, andaikata bukan karena beberapa orang lelaki mukmin yang merasa tidak enak hati tertinggal dariku, dan aku tidak mendapatkan sesuatu untuk memberangkatkan mereka, niscaya aku tidak akan teringgal dari satu syariah (expedisi perang yang mana kalian berperang di jalan Allah, demi Dzat yang mana jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku ingin benar-benar terbunuh di jalan Allah kemudian dihidupkan lagi, kemudian terbunuh kemudian di hidupkan lagi, kemudian terbunuh kemudian di hidupkan lagi, kemudian terbunuh.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan dari Nabi shalallahu’alaihi wa sallam., bahwa seorang lelaki pernah berkata padanya: ‘Berwasiatlah kepadaku.” Lalu beliau berkata:
“Aku wasiatkan kepadamu agar senantiasa bertakwa kepada Allah, karena sesungguhnya takwa kepada Allah adalah puncak dari segala sesuatu, dan berjihadlah engkau, karena sesungguhnya jihad adalah rahbayinah (kependetaan) Islam, dan hendaklah engkau berdzikir kepada Allah serta membaca Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia menjadi kegembiraanmu di langit dan menjadi pujian bagimu di bumi.” (HR. Ahmad)
Az-Dzahabi meriwayatkan, bahwa tatkala Ibnu Al-Mubarok tengah melakukan ribath di Tharsus tahun 177 Hijriyah. Ia mengirim surat kepada Fudhail bin ‘Iyadh berisi bait-bait sya’ir:
Wahai orang yang beribadah di Haramain andaikata engkau melihat kami,
niscaya engkau akan tahu bahwa engkau bersenda gurau dalam ibadah
Kalau pipi orang basah bersimbah tetesan air mata,
maka pangkal leher kami basah berlumur darah
Atau penat kudanya dalam hal yang sia-sia,
maka kuda-kuda kami penat dalam sengitnya perang
Bau harum wewangian untuk kalian,
sedangkan wewangian kami adalah kepulan debu yang diterbangkan kaki-kaki kuda
Sungguh telah datang kepada kita ucapan Nabi kita
ucapan yang benar tepat tiada dusta
Tidak sama antara debu kuda Allah pada hidung seseorang
dengan asap neraka yang menyala-nyala
Orang yang mati syahid itu tdak mati.
Tatkala Fudhail membacanya, maka bercucuranlah air matanya, kemudian ia mengatakan, “Benar Abu Abdurrahman, dan ia telah memberi nasihat.” (Kitaabul Jihad, Abdullah ibnu Al-Mubarok)

4. Syahid di medan jihad lebih utama dari macam-macam bentuk syahid yang lain
Allah berfirman,
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rizki. Mereka dalam keadaan gembira di sebabkan karunia Allah yang di berikan-Nya kepada mereka. Dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tertinggal di belakang yang belum menyusul mereka. Bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” (Ali Imran: 169-171)
Rasulullah bersabda dalam sebuah hadis syarif,
أَمَّا بَعْدُ ... أَشْرَفُ الْمَوْتُ قَتْلُ الشُّهَدَاءِ
“Amma ba’du… kematian yang paling mulia/terhormat adalah terbunuh sebagai syuhada’…” (HR. Al-Bukhari)
Demikian beberapa nash yang menerangkan tentang keutamaan jihad dan para pelakunya. (Isa)
أَشْرَفُ الْمَوْتُ قَتْلُ الشُّهَدَاءِ
kematian yang paling mulia/terhormat adalah terbunuh sebagai syuhada’…” (HR. Al-Bukhari)



0 komentar:

 
.