Kenyataan hari ini menunjukkan bahwa kewajiban jihad telah menjadi sebuah – al faridhah al ghaibah- (kewajiban yang telah hilang) dari benak dan kehidupan kaum muslimin. Akibatnya, kaum muslimin hidup dalam kerendahan dan kehinaan, tanpa memiliki izzah (kemuliaan) yang mengangkat martabat mereka di dunia maupun di akhirat. Di dunia menjadi bahan permainan, rebutan dan bulan-bulanan orang-orang kafir yang Begitu memusuhinya, sebagaimana gambaran Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dalam sabdanya, sedangkan diakherat rendahnya martabat itu tak lain adalah naar (neraka)
Jihad menempati posisi puncak (tertinggi) dari seluruh ajaran islam, sehingga tak akan mampu mendakinya kecuali orang-orang yang dirahmati Allah, orang-orang yang benar keimanannya, yang mengutamakan akhirat jauh diatas kenikmatan dunia yang fana, yang membebaskan jiwanya dari kenyamanannya yang menipu. Dunia inilah (dengan segenap pernak-perniknya) yang menjadi dinding penghalang yang rapat antara umat islam dengan kewajiban jihad. Syekh ‘Abdullah Azzam dengan pengalaman jihadnya menuturkan bahwa semakin seseorang mencintai dan memberatkan urusan dunia, semakin ia berat menjalankan kewajiban jihad.
Sangat berbeda dengan generasi awal umat ini, berbicara tentang jihad seolah mencium semerbak wewangian surga, yang membuat mereka begitu bersemangat dan merindukan untuk selalu dapat meraih keutamaan jihad.
إِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوْفِ
“Sesungguhnya surga itu dibawah naungan mata pedang.” (HR. Bukhari Muslim)
Bahkan gambaran kecintaan dan kerinduan mereka terhadap jihad telah diabadikan Allah dalam firman-Nya;
“…………Lalu mereka kembali, sedangkan mata mereka bercucuran karena kesedihan, karena mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” (QS. At Taubah:92)
Allah mengutus kami untuk mengeluarkan orang-orang yang Dia kehendaki dari para hamba, dari penghambaan diri terhadap sesama hamba kepada penghambaan diri kepada Allah rab sekalian hamba, dan kecurangan agama-agama kepada keadilan islam, dan dari kesempitan dunia kepada kelapangan akhirat.
Semua ini sekaligus menjadi penjelasan yang sangat nyata bagi kita mengapa Allah memuliakan mereka, sedangkan kita sendiri sampai hari ini ditinggalkan dalam keadaan rendah dan hina. Kemuliaan itu tampak pada keteguhan, kejujuran dan kebenaran jawaban mujahid Islam, Ribi bin ‘Amir ketika ditanya oleh Rustum, panglima Persia mengenai tujuan jihadnya;
Allah mengutus kami untuk mengeluarkan orang-orang yang Dia kehendaki dari para hamba, dari penghambaan diri terhadap sesama hamba kepada penghambaan diri kepada Allah rab sekalian hamba, dan kecurangan agama-agama kepada keadilan islam, dan dari kesempitan dunia kepada kelapangan akhirat.
Hal ini berarti mencintai prinsip-prinsip jihad memuliakan kita dihadapan Allah dan seluruh manusia bahkan seluruh makhluk-Nya. Dan benarlah sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam:
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذًُلاًّ لاَ يَنْزِعُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلىَ دِيْنِكُمْ.
Jika kamu sekalian lebih suka mengadakan jual beli dengan system ‘innah (penundaan pembayaran, yang dengan penundaan itu dapat diambil keuntungan) atau jika kalian suka beternak (semata-mata) atau jika kalian sudah rela dengan bercocok tanam saja, Sementara kewajiban jihad kalian tinggalkan, maka Allah akan menimpakan kehina dinaan atas kalian. Dan Diapun takkan mencabut semua itu sehingga kalian kembali kepada dien kalian.
Mengenai keutamaan jihad, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam telah menyebutkan dalam banyak haditsnya, antara lain:
Jihad menempati posisi puncak (tertinggi) dari seluruh ajaran islam, sehingga tak akan mampu mendakinya kecuali orang-orang yang dirahmati Allah, orang-orang yang benar keimanannya, yang mengutamakan akhirat jauh diatas kenikmatan dunia yang fana, yang membebaskan jiwanya dari kenyamanannya yang menipu. Dunia inilah (dengan segenap pernak-perniknya) yang menjadi dinding penghalang yang rapat antara umat islam dengan kewajiban jihad. Syekh ‘Abdullah Azzam dengan pengalaman jihadnya menuturkan bahwa semakin seseorang mencintai dan memberatkan urusan dunia, semakin ia berat menjalankan kewajiban jihad.
Sangat berbeda dengan generasi awal umat ini, berbicara tentang jihad seolah mencium semerbak wewangian surga, yang membuat mereka begitu bersemangat dan merindukan untuk selalu dapat meraih keutamaan jihad.
إِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوْفِ
“Sesungguhnya surga itu dibawah naungan mata pedang.” (HR. Bukhari Muslim)
Bahkan gambaran kecintaan dan kerinduan mereka terhadap jihad telah diabadikan Allah dalam firman-Nya;
“…………Lalu mereka kembali, sedangkan mata mereka bercucuran karena kesedihan, karena mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” (QS. At Taubah:92)
Allah mengutus kami untuk mengeluarkan orang-orang yang Dia kehendaki dari para hamba, dari penghambaan diri terhadap sesama hamba kepada penghambaan diri kepada Allah rab sekalian hamba, dan kecurangan agama-agama kepada keadilan islam, dan dari kesempitan dunia kepada kelapangan akhirat.
Semua ini sekaligus menjadi penjelasan yang sangat nyata bagi kita mengapa Allah memuliakan mereka, sedangkan kita sendiri sampai hari ini ditinggalkan dalam keadaan rendah dan hina. Kemuliaan itu tampak pada keteguhan, kejujuran dan kebenaran jawaban mujahid Islam, Ribi bin ‘Amir ketika ditanya oleh Rustum, panglima Persia mengenai tujuan jihadnya;
Allah mengutus kami untuk mengeluarkan orang-orang yang Dia kehendaki dari para hamba, dari penghambaan diri terhadap sesama hamba kepada penghambaan diri kepada Allah rab sekalian hamba, dan kecurangan agama-agama kepada keadilan islam, dan dari kesempitan dunia kepada kelapangan akhirat.
Hal ini berarti mencintai prinsip-prinsip jihad memuliakan kita dihadapan Allah dan seluruh manusia bahkan seluruh makhluk-Nya. Dan benarlah sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam:
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذًُلاًّ لاَ يَنْزِعُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلىَ دِيْنِكُمْ.
Jika kamu sekalian lebih suka mengadakan jual beli dengan system ‘innah (penundaan pembayaran, yang dengan penundaan itu dapat diambil keuntungan) atau jika kalian suka beternak (semata-mata) atau jika kalian sudah rela dengan bercocok tanam saja, Sementara kewajiban jihad kalian tinggalkan, maka Allah akan menimpakan kehina dinaan atas kalian. Dan Diapun takkan mencabut semua itu sehingga kalian kembali kepada dien kalian.
Mengenai keutamaan jihad, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam telah menyebutkan dalam banyak haditsnya, antara lain:
- Jihad Merupakan sebab mendapatkan jannah.
لاَ يَجْتَمِعُ عَلىَ عَبْدٍ غَبَارٌ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَدُخَانُ جَهَنّمَ. (رواه أحمد)
Tidak akan berkumpul pada seorang hamba antara debu di jalan Allah dengan asab api neraka jahannam.”
مَنْ قَاتَلَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ فَوَاقَ نَاقَةِ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةَ. (رواه أبو داود والترميذي وأحمد)
Barang siapa berperang di jalan Allah sebentar saja (sekedar waktu untuk memerah susu onta) maka wajib baginya surga.
Tidak akan berkumpul pada seorang hamba antara debu di jalan Allah dengan asab api neraka jahannam.”
مَنْ قَاتَلَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ فَوَاقَ نَاقَةِ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةَ. (رواه أبو داود والترميذي وأحمد)
Barang siapa berperang di jalan Allah sebentar saja (sekedar waktu untuk memerah susu onta) maka wajib baginya surga.
- Jihad lebih utama dari dunia seisinya.
لَرَوْحَةٌ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أَوْ غَدْوَةٌ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا، وَلَقَابُ قَوْسِ أَحَدِكُمْ مِنَ الجنة أو موضع قيده خير من الدنيا وما فيها، ولو أن امرأة من أهل الجنة أطلعت إلى أهل الأرض لأضاءت ما بينها ولملأته ريحا، ولنصفيها على رأسها خير من الدنيا وما فيها.
(رواه البخاري و مسلم والترميذي و ابن ماجه و أحمد)
“Berangkat berperang fie sabilillah pada sore hari atau pagi hari lebih mulia daripada dunia dan seisinya, dan sehasta busuh salah seorang diantara kalian atau bagian genggaman tangannya dari busur yang berasal dari surga lebih mulia dari dunia dan seisinya. Seandainya salah seorang wanita dari surga melihat kepada penduduk bumi niscaya ia akan menerangi ruang diantara keduanya, dan akan dipenuhi dengan angin yang lembut, dan sungguh penutup yang melekat dikepalanya lebih mulia daripada dunia dan seisinya.”
(رواه البخاري و مسلم والترميذي و ابن ماجه و أحمد)
“Berangkat berperang fie sabilillah pada sore hari atau pagi hari lebih mulia daripada dunia dan seisinya, dan sehasta busuh salah seorang diantara kalian atau bagian genggaman tangannya dari busur yang berasal dari surga lebih mulia dari dunia dan seisinya. Seandainya salah seorang wanita dari surga melihat kepada penduduk bumi niscaya ia akan menerangi ruang diantara keduanya, dan akan dipenuhi dengan angin yang lembut, dan sungguh penutup yang melekat dikepalanya lebih mulia daripada dunia dan seisinya.”
- Jihad merupakan sebuah kemuliaan.
Sebagaimana diterangkan dalam Hadits diatas.
- Selalu ada kebaikan dalam jihad.
اَلخَْيْلُ مَعْقُوْدٌ فِيْ نَوَاصِيْهَا الْخَيْرِ إِلىَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ (رواه البخاري و مسلم)
“Kuda itu diatas ubun-ubunnya terikat kebaikan hingga hari kiamat.”
- Jihad merupakan amalan yang tiada bandingannya.
Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu menceritakan, “Seorang lelaki datang kepada nabi shalallahu 'alaihi wasallam, dan Berkata, “Tunjukkanlah kepadaku amalan yang dapat menyamai jihad!” Nabi menjawab, “Aku tidak mendapatinya.” Beliau bersabda, “Sanggupkah engkau apabila seorang mujahid berangkat berjihad engkau masuk ke dalam masjidmu, lalu engkau berdiri shalat, dan tidak berhenti, engkau berpuasa dan tidak berbuka?” lelaki itu menjawab, “Siapakah yang sanggup melakukannya?” Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu Berkata, “Sesungguhnya kuda perang seorang mujahid dipacu dengan giat (menerobos pasukan musuh), hal itu akan ditulis untuknya sebagai amal kebaikan.” (HR. Bukhari)
Akhirnya, keutamaan jihad hanya akan diperoleh oleh orang-orang yang benar dan bersungguh-sungguh. Kejelasan perintah jihad dalam nash yang qot’ie tak lagi membutuhkan bayan yang bertele-tele demi sekedar memuaskan nafsu. Bahkan realita yang menyedihkan dari kehidupan kaum muslimin dibawah cengkraman thaghut-thaghut, banyaknya kaum muslimin yang tertawan oleh mereka, tidak cukupkah membangkitkan semangat jihad kita? Maka yang dituntut dari kita tidak lain adalah keseriusan dan kesungguhan kita, sami’na wa athona terhadap prinsip-prinsip jihad yang baku dan sudah jelas. Kemudian menyiapkan apa-apa yang harus disiapkan sehingga fardlu jihad itu dapat dilaksanakan. Dan segala sesuatu yang membuat kewajiban-kewajiban tak dapat dikerjakan tanpa sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib padanya, demikian qaidah ushul mengatakan. Bersiap-siap dengan segala tuntutannya, dengan mengatur shaf, dengan mengedepankan orang-orang yang mempunyai keahlian dan berkumpul dibawah pimpinan seorang amir. Semua ini menjadi kewajiban yang tak bisa ditunda-tunda lagi. Dan belajar dari pengalaman pahit jihad di berbagai belahan dunia, maka I’dad (mempersiapkan) jihad melalui tandzim yang terpimpin insya Allah lebih baik dan utama. Maka tanyakan pada diri masing-masing dimana posisimu dalam kafilah jihad ini?
Wallahu a’lam bish shawab.
Akhirnya, keutamaan jihad hanya akan diperoleh oleh orang-orang yang benar dan bersungguh-sungguh. Kejelasan perintah jihad dalam nash yang qot’ie tak lagi membutuhkan bayan yang bertele-tele demi sekedar memuaskan nafsu. Bahkan realita yang menyedihkan dari kehidupan kaum muslimin dibawah cengkraman thaghut-thaghut, banyaknya kaum muslimin yang tertawan oleh mereka, tidak cukupkah membangkitkan semangat jihad kita? Maka yang dituntut dari kita tidak lain adalah keseriusan dan kesungguhan kita, sami’na wa athona terhadap prinsip-prinsip jihad yang baku dan sudah jelas. Kemudian menyiapkan apa-apa yang harus disiapkan sehingga fardlu jihad itu dapat dilaksanakan. Dan segala sesuatu yang membuat kewajiban-kewajiban tak dapat dikerjakan tanpa sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib padanya, demikian qaidah ushul mengatakan. Bersiap-siap dengan segala tuntutannya, dengan mengatur shaf, dengan mengedepankan orang-orang yang mempunyai keahlian dan berkumpul dibawah pimpinan seorang amir. Semua ini menjadi kewajiban yang tak bisa ditunda-tunda lagi. Dan belajar dari pengalaman pahit jihad di berbagai belahan dunia, maka I’dad (mempersiapkan) jihad melalui tandzim yang terpimpin insya Allah lebih baik dan utama. Maka tanyakan pada diri masing-masing dimana posisimu dalam kafilah jihad ini?
Wallahu a’lam bish shawab.
0 komentar:
Posting Komentar