Selasa, 02 Juni 2009

'Utsman bin Affan


Profil Salaf :
"Yang Memiliki Dua Cahaya"

'Utsman bin Affan bin Abul 'Ash radliyallahu 'anhu lahir dari keluarga yang kaya dan berpengaruh dari suku bangsa Quroisy silsilah Bani Umayyah. Usia beliau lebih muda lima tahun dari Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam Beliau mendapatkan pendidikan yang baik, beliau telah belajar menbaca dan menulis pada usia dini. Di masa mudanya, beliau telah menjadi pedagang yang kaya.

Beliau berasal dari strata dan ekonomi tinggi yang pertama-tama memeluk Islam. Beliau memiliki kepribadian yang baik, bahkan sebelum beliau memeluk Islam, beliau dikenal dengan kejujuran dan integritasnya. Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam berkata, "Orang yang paling penuh kasing sayang dari umatku kepada umatku adalah Abu Bakar radliyallahu 'anhu yang paling gagah berani membela agama Alloh adalah 'Umar; dan yang paling jujur dalam kerendah-hatiannya adalah 'Utsman." Mengenai sifat rendah hatinya ini 'Utsman berkata, "Tidak haruskah saya merasa rendah hati terhadap seseorang yang bahkan malaikat pun berendah hati terhadapnya?"

Kepribadian 'Utsman benar-benar merupakan gambaran dari akhlak yang baik menurut Islam (akhlakul karimah). Beliau jujur, dermawan dan sangat baik hati. Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam mencintai 'Utsman karena akhlaknya. Mungkin itulah alasan mengapa Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam mengijinkan dua putrinya untuk menjadi istri 'Utsman. Yang pertama adalah Ruqoyyah, ia meninggal setelah pertempuran Badar. Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam sangat tersentuh akan kesedihan yang dialami 'Utsman sepeninggal Ruqoyyah dan menasehati 'Utsman untuk menikahi seorang lagi anak perempuan beliau, Ummu Kultsum. Karena kehormatan yang besar dapat menikahi dua anak perempuan Rosululloh shalallahu ‘alaihi wasallam, 'Utsman terkenal dengan sebutan Dzun Nuroin atau sang pemilik dua cahaya.

Kedermawanan 'Utsman tampak pada kehidupan sehari-hari. Ketika bencana kekeringan melanda kota Madinah, kaum muslimin terpaksa menggunakan sumur Rum sebagai sumber mata air satu-satunya. Sayangnya, sumur tersebut adalah milik Yusuf, seorang Yahudi tua yang serakah. Untuk mengambil air sumur itu, kaum muslimin harus membayar mahal dengan harta yang ditetapkan si Yahudi.

Melihat keadaan penduduk Madinah, salah seorang sahabat Rosululloh terkemuka, 'Utsman bin 'Affan segera menemui Yusuf, si pemilik sumur. "Wahai Yusuf, maukah engkau menjual sumur Rum ini kepadaku?"

Yahudi tua yang sedang 'mabok uang' itu segera menyambut permintaan 'Utsman. Dalam benaknya ia berfikir, 'Utsman adalah orang kaya. Ia pasti mau membeli sumurnya berapa pun yang ia minta. Namun, di sisi lain ia juga tidak mau kehilangan mata pencariannya itu begitu saja. "Saya bersedia menjual sumur ini! Berapa engkau sanggup membayarnya?" Tanya Yusuf.

"Sepuluh ribu dirham!" jawab 'Utsman.

Si Yahudi tua tersenyum sinis. "Sumur ini hanya akan saya jual separunya. Kalau bersedia, sekarang juga engkau bayar 12 ribu dirham, dan sumur kita bagi dua. Sehari untukmu dan sehari untukku. Bagaimana?"

Setelah berfikir sejenak, 'Utsman menjawab, "Baiklah, saya terima tawaranmu." Setelah membayar seharga yang diinginkan, 'Utsman menyuruh pelayannya untuk mengumumkan kepada para penduduk, bahwa mereka bebas mengambil sumur Rum secara gratis.

Sejak saat itu, penduduk Madinah bebas mengambil air sebanyak mungkin untuk keperluan mereka. Lain halnya dengan si Yahudi tua. Ia kebingungan lantaran tak seorang pun yang membeli airnya. Ketika 'Utsman datang menemuinya untuk membeli separuh sisa air sumurnya, ia tidak bisa menolak walau dengan harga yang sangat murah sekalipun.

Ketika perang Tabuk meletus, 'Utsman menanggung sepertiga biayanya. Separuh hartanya ia sumbangkan sehingga mencapai 900 ekor unta dan 100 ekor kuda. Belum lagi uang yang jumlahnya ribuan dinar.

Kholifah sebelumnya, 'Umar bin Khoththob telah menyiapkan sebuah komite yang terdiri dari enam dari sepuluh orang sahabat Rosululloh shalallahu ‘alaihi wasallam untuk memilih Kholifah di antara mereka. Mereka adalah 'Utsman bin 'Affan, 'Ali bin Abi Tholib, Zubair bin Awwam, Tholhah bin 'Ubaidillah, 'Abdurrohman bin 'Auf dan Sa'ad bin Abi Waqqosh –Rodhiyallohu 'Anhum-. Di antara mereka yang terpilih sebagai Khilafah Islam yang ketiga adalah 'Utsman bin Affan.

Enam tahun pertama masa pemerintahan 'Utsman bin 'Affan berjalan dengan damai, enam tahun masa pemerintahan sesudahnya, terjadi pemberontakan. Sayangnya, 'Utsman tidak dapat menindak tegas para pemberontak ini. Beliau selalu berusaha untuk membangun komunikasi yang berlandaskan kasih sayang dan kelapangan hati. Tatkala para pemberontak memaksa beliau untuk melepaskan kursi kekhilafahan, beliau menolak dengan mengutip perkataan Rosululloh shalallahu ‘alaihi wasallam., "Suatu saat nanti mungkin Alloh SWT. akan memakaikan baju padamu, wahai 'Utsman. Dan jika orang-orang menghendakimu untuk melepaskannya, jangan lepaskan hanya karena orang-orang itu."

Setelah terjadi pengepungan yang lama, akhirnya pemberontak berhasil memasuki rumah 'Utsman dan membunuh beliau. 'Utsman bin 'Affan syahid pada hari jum'at, 17 Dzulhijjah 35 H. setelah memerintah selama dua belas tahun, sejak tahun 23 H.

Selama masa kekhilafahan 'Utsman bin 'Affan, kejayaan Islam terbentang dari Armenia, Kaukasia, Khurosan, Kirman, Sijistan, Cyprus sampai mencapai Afrika Utara. Kontribusi 'Utsman yang paling terkenal dalam sejarah Islam adalah kompilasi dari teks asli Al-Qur'an yang lengkap. Banyak salinan Al-Qur'an berdasarkan teks asli juga telah dibuat dan didistribusikan ke seluruh dunia Islam. Dalam mengerjakan proyek yang besar ini, beliau dibantu dan banyak mendapatkan masukan dari Zaid bin Tsabit, 'Abdulloh bin Zubair, Sa'id bin al-'Ash dan 'Abdurrohman bin al-Harits –Rodhiyallohu 'Anhum-. 'Utsman berhasil membangun administrasi kekholifahan yang terpusat dan memantapkan penerbitan Al-Qur'an yang resmi.

Pengadilan agama yang semula dilakukan di masjid, oleh 'Utsman dibangun gedung baru, khusus gedung pengadilan. Beliau juga yang mengadakan perluasan Masjid Nabawi dan Masjidil Harom serta membentuk armada laut Islam yang pertama ketika terjadi perang Dzatu shalallahu ‘alaihi wasallamari (perang tiang kapal) yang dipimpin oleh Mu'awiyyah bin Abu Sufyan radliyallahu 'anhu (31 H). Wallohu A'lam.

* Diambil dari buku '101 Sahabat Nabi' oleh Hepi Andi Bastoni


0 komentar:

 
.