Selasa, 31 Maret 2009

PERANG AHZAB



Ketenangan dan kedamaian kembali normal, setelah pecah beberapa peperangan dan manuver militer selama lebih dari satu tahun. Jazirah Arab menjadi tentram kembali. Tetapi orang-orang Yahudi harus menelan kehinaan dan pelecehan karena ulah mereka sendiri. Setelah lari ke Khaibar, mereka menunggu-nunggu apa yang akan menimpa orang muslim sebagai akibat dari bentrokan fisik dengan para paganis Quaisy. Hari demi hari pamor orang muslim semakin mantap, hingga orang-orang Yahudi semakin dibakar amarah kedengkian.

Orang Yahudi merangcang kembali konspirasi baru terhadap orang muslim, agar tidak lagi memiliki sisa kehidupan setelah itu. Karena belum merasa berani menyerang orang-orang muslim, maka mereka melaksanakan langkah ini secara sembunyi-sembunyi. Dua puluh pemimpin dan pemuka Quraisy di Makkah,

mereka mendorong orang-orang Quraisy agar menyerang Rasulullah dan berjanji akan membantu dan mendukung rencana ini. Pihak Quraisy menyambutnya dengan senang hati, apalagi sebelumnya mereka tidak berani memenuhi janji mereka di Badr yang ke dua kalinya. Dan mereka melihat ini sebagai kesempatan untuk mengembalikan pamor.

Dua puluhan pemuka Yahudi itu juga pergi ke Ghathafan dan mengajak mereka seperti ajakan yang diserukan kepada orang-orang Quraisy. Kemudian para utusan Yahudi berkeliling ke berbagai kabilah Arab dengan ajakan yang sama, dan ajakan mereka mendapat respon. Rencana orang Yahudi menghimpun orang-orang kafir untuk menyerang Rasulullah dan membungkam dakwah Islam dapat berjalan lurus. Dari arah selatan terdiri dari pasukan Quraisy, Kinanah dan sekutunya (penduduk Tihamah) di bawah komando Abu Sufyan. Jumlah mereka 4000 prajurit, Bani Sulaim di Marr Azh-Zhahran juga ikut bergabung. Sedang dari arah timur ada kabilah-kabilah Ghathafan, yang terdiri dari bani Fazarah yang dipimpin Uyainah bin Hishn, Bani Murrah dipimpin Al-Harits bin Auf, Bani Asyja’ dipimpin Mis’ar bin Rukhailah, Bani Asad dan lain-lainnya.

Semua golongan ini bergerak menuju Madinah, dalam beberapa hari saja di Madinah sudah berkumpul pasukan musuh yang jumlahnya lebih banyak dari seluruh penduduk Madinah, termasuk anak-anak, wanita dan orang tua. Jika dengan pasukan yang sebesar itu tiba-tiba dan serentak menyerang, maka sulit dibayangkan apa yang bakal terjadi dengan eksistensi kaum muslimin. Namun pihak Madinah tidak pernah terpejam sekejap pun, dan segala gerakan tidak lepas dari pantauan. Dan sebelum pasukan musuh beranjak bergerak, informasi tentang rencana mereka pun sudah tercium di Madinah.

Maka berdasarkan informasi ini, Rasulullah segera menyelenggarakan majlis tinggi permusyawaratan untuk menampung rencana pertahanan di Madinah. Ada salah seorang shahabat yang cerdik dengan usulannya, yaitu Salman Al-Farisy. Mengajukan usulan dengan cara membangun sebuah parit. Rasulullah segera malaksanakan rencana itu, setiap 40 orang laki-laki membangun 40 hasta. Dan dengan penuh semangat mereka menggali parit yang panjang, Rasulullah pun terus memompa semangat dengan terjun langsung di lapangan. Orang-orang muslim bekerja dengan giat, sekalipun perut mereka kosong dan didera rasa lapar, Rasulullah bersabda, “Ya Allah, sesungguhnya kehidupan yang lebih baik adalah kehidupan akhirat. Maka ampunilah orang-orang Anshar dan Muhajirin.” Masing-masing penggali hanya mendapat satu genggam tangan gandum, lalu dicampur dengan minyak sebagai adonan.

Abu Thalhah berkata, “Kami mengadukan rasa lapar ini kepada Rasulullah, lalu kami mengganjal perut kami dengan batu, beliau juga mengganjal perutnya dengan dua buah batu.” Selama penggalian parit ini terjadi beberapa tanda Nubuwah yang berkaitan dengan rasa lapar. Jabir bin Abdulllah melihat beliau yang benar-benar tersiksa karena rasa lapar. Lalu Jabir dan istrinya menyembelih seekor hewan dan menanak satu sha’ gandum. Setelah masak, Jabir mendatangi Rasulullah dan berbisik kepada beliau agar datang ke rumahnya dengan beberapa shahabat, tapi justru beliau berdiri di hadapan orang yang sedang menggali yang jumlahnya ada seribu orang, lalu mereka melahap makanan yang tak seberapa banyak itu hingga habis dan semua kenyang. Bahkan masih ada sisa dagingnya, begitu pula adonan untuk roti.

Saudari An-Nu’man bin Basyir datang ke tempat penggalian dengan membawa setangkup tangan kurma untuk diberikan kepada ayah dan pamannya. Ketika itu Rasulullah lewat didekatnya dan meminta korma tersebut, lalu diletakkan di atas selembar kain. Setelah itu beliau memanggil semua yang sedang menggali dan mereka pun memakannya. Setelah semua memakannya, ternyata korma yang hanya setangkup tangan tersebut masih tersisa dan bahkan jumlahnya lebih banyak, dan sebagian ada yang tercecer.

Al-Barra’ berkata, “Saat menggali parit, di beberapa tempat kami terhalang oleh tanah yang sangat keras dan tidak bisa digali dengan cangkul.” Lalu hal ini dilaporkan kepada Rasulullah, dan beliau datang mengambil cangkul dan bersabda, “Bismillah…” kemudian menghatam tanah yang keras itu dengan sekali hantaman. Beliau bersabda, “Allah Maha Besar. Aku diberi kunci-kunci syam. Demi Allah, aku benar-benar bisa melihat istana-istananya yang bercat merah saat ini.” Lalu beliau menghatam untuk kedua kalinya di bagian yang lain. Beliau bersabda lagi, “Allah Maha Besar, aku diberi tanah Persi. Demi Allah, saat ini pun aku bisa melihat istana Mada’in yang bercat putih.” Kemudian beliau menghantam untuk yang ketiga kalinya, dan bersabda, “Bismillah…” maka hancurlah tanah atau batu yang masih menyisa. Kemudian beliau bersabda, “Allah Maha Besar. Aku diberi kunci-kunci Yaman. Demi Allah, dari tempatku ini aku bisa melihat pintu-pintu gerbang Shan’a.”

Karena Madinah dikepung gunung, tanah kasar dan bebatuan dan kebun-kebun korma dari segala sudut kecuali utara, maka parit digali di bagian ini. Orang-orang muslim terus menggali sepanjang hari, sore hari baru pulang ke rumah. Hingga penggalian sempurna seperti rencana, sebelum pasukan paganis tiba di pinggiran Madinah. Pasukan Quraisy berkekuatan 4000 personil tiba di Mujtama’ul-Asyal di bilangan Rumat, tepatnya antara Juruf dan Za’abah. Sedangkan kabilah Ghathafan dan penduduk Najd yang berkekuatan 6000 personil tiba di Dzanab Naqmy di dekat Uhud. Firman Allah,


Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata : "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita". dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (Al-Ahzab : 22)

Tapi orang-orang munafik dan orang-orang yang jiwanya lemah, langsung menggigil ketakutan saat melihat pasukan yang besar ini. Firman allah,

Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata :"Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada Kami melainkan tipu daya". (Al-Ahzab : 12)

Rasulullah keluar rumah dengan kekuatan 3000 personil. Di belakang mereka ada gunung Sal’un sebagai pelindung, sedangkan parit melindungi mereka dari musuh. Madinah diserahkan kepada Ibnu Ummi Maktum, anak-anak dan wanita ditempatkan di rumah khusus untuk perlindungan bagi mereka. Pada saat orang-orang musyrik hendak melancarkan serangan ke Madinah, ternyata mereka harus berhadapan dengan parit, dan mereka memutuskan untuk mengepung orang-orang muslim. Siasat parit yang dibuat oleh orang-orang muslim tidak pernah diperhitungkan sama sekali oleh orang-orang musyrik. Orang-orang musyrik hanya bisa berputar-putar di dekat parit dengan rasa amarah, sementara itu orang-orang muslim terus mengawasi gerak-gerik orang-orang musyrik yang berputar-putar di dekat parit, dan juga melontarkan anak panah agar orang-orang musyrik tidak lagi mendekati parit apalagi melewatinya ataupun menimbunkan tanah ke dalam parit lalu dijadikan jalur penyeberangan.

Para penunggang kuda dari pasukan Quraisy merasa jengkel karena hanya diam di sekitar parit. Lalu muncul sekelompok di antara mereka seperti, Amr bin Abdi Wudd, Ikrimah bin Abu Jahl, Dhirar bin Al-Khaththab dan lainnya, mereka mendapatkan lubang parit yang sempit, mereka terjun melewati bagian parit ini lalu memutar kuda mereka ke bagian yang agak lembab, antara parit dan gunung Sal’un. Ali bin Abu Thalib bersama beberapa orang muslim langsung mengepung daerah yang dapat dilewati orango-orang musyrik. Amr bin Abdi Wudd menantang Ali bin Abu Thalib, dan Ali pun meladeninya. Keduanya bertanding dengan seru, sehingga Ali dapat membunuhnya. Sementara yang lain merasa terdesak lalu terjun ke parit dan melarikan diri, sampai-sampai Ikrimah meninggalkan tombaknya. Beberapa hari berlalu dan orang-orang musyrik terus berusaha untuk melewati parit, tapi orang-orang muslim tidak henti melakukan perlawanan dan menyerang dengan anak panah, sehingga orang-orang musyrik gagal memuluskan usaha ini.

Karena terlalu sibuk melakukan serangan balik, akibatnya ada beberapa shalat yang ditinggalkan oleh Rasulullah dan orang-orang muslim. Nabi sangat menyesal karena ada beberapa shalat yang tertinggal, sampai beliau mendo’akan kemalangan bagi orang-orang musyrik. Dari Ali bin Abu Thalib, nabi bersabda, “Allah memenuhi rumah dan kuburan mereka dengan api, sebagaimana mereka telah membuat kita sibuk dan tidak sempat mendirikan shalat ashar hingga matahari tenggelam.” Upaya yang dilakukan orang-orang musyrik untuk menyeberangi parit dan serangan orang-orang muslim berjalan hingga beberapa hari, karena diantara mereka ada parit, maka tidak sampai terjadi pertempuran dan adu senjata secara langsung. Peperangan terbatas hanya melepaskan anak panah, namun dari masing-masing pihak ada yang menjadi korban, yaitu 6 orang dari kaum muslimin dan 10 orang dari orang-orang musyrikin, dan ada satu atau orang yang terbunuh karena tebasan pedang.

Dalam melakukan sserangan dengan anak panah, Sa’d bin Mu’adz juga terkena anak panah hingga memutuskan urat di lengannya. Dan yang mengenainya adalah Habban bin Qais bin Al-Ariqah, seorang laki-laki dari Quraisy. Pada saat orang-orang muslim menghadapi situasi perang yang keras ini, ular-ular berbisa yang biasanya berkonspirasi dan berkhianat sedang menggeliat dalam lubangnya dan siap menyemburkan bisanya ke tubuh orang-orang muslim. Tokoh penjahat dari Bani Nadhir (Huyai bin Akhthab) datang ke perkampungan bani Quraizhah untuk menemui Ka’b bin Asad Al-Qurazhy. Padahal dia sebelumnya telah membuat perjanjian dengan Rasulullah untuk tidak menolong siapa pun yang hendak memerangi beliau. Huyai menggedor pintu Ka’b, tapi Ka’b tidak membukakan. Namun Huyai terus memaksa dan akhirnya pun dibukakan.

Huyai mengajak Ka’b untuk berkonspirasi melawan Rasulullah, tapi Ka’b menolak. Namun Huyai terus-menerus membujuknya hingga akhirnya Ka’b melanggar perjanjian yang telah disepakatinya dengan Rasulullah. Dia melepaskan ikatannnya dengan orang-orang muslim dan bergabung dengan orang-orang musyrik untuk melawan orang-orang muslim. Ketika itu pula orang-orang Yahudi bangkit untuk memerangi orang-orang muslim. Di benteng yang di huni para wanita dan anak-anak yang dijaga oleh Hassan bin Tsabit, Didalamnya ada Shafiyah bin Abdul-Muthalib. Saat itu Shafiyah melihat ada seorang laki-laki Yahudi melewati benteng, lalu mengelilingi benteng. Tidak ada orang-orang muslim yang menjaga, karena semuanya ikut berperang, kecuali Hassan bin Tsabit. Lalu Shafiyah meminta kepada Hassan untuk membunuh laki-laki Yahudi tersebut. Namun Hassan berkata, “Demi Allah, engkau tahu sendiri aku bukanlah orang yang mahir dalam hal bunuh-membunuh.” Lalu Shafiyah pun bergegas mengikat pinggangnya dan mengambil sepotong tiang penyangga, dan turun dari benteng untuk menghampiri orang Yahudi itu, dan potongan tiang itu dipukulkannya kepada laki-laki yahudi itu hingga tewas. Kemudian Shafiyah meminta kepada Hassan untuk mengikat orang Yahudi itu, namun Hassan tidak mau.

Tindakan berani bibi Rasulullah itu membawa pengaruh besar bagi para wanita dan anak-anak muslimin, sebab orang-orang Yahudi mengira sedari awal bahwa benteng bagi para wanita dan anak-anak dijaga ketat pasukan muslimin. Tapi nyatanya sama sekali tidak. Karena dugaan itu maka mereka tidak berani melakukan serangan ke benteng itu, dan tidak berani melakukan serangan terang-terangan pada orang-orang muslim. Mereka hanya membantu orang-orang kafir dengan memasok bahan makanan, tapi pasokan itu juga diambil oleh orang-orang muslim, sebanyak 20 onta. Kabar tentang tindakan orang-orang Yahudi ini didengar Rasulullah, dan Rasulullah pun ingin mengetahui kebenarannya. Untuk itu beliau meminta keterangan langsung dari bani Quraizhah, agar segera diambil tindakan militer. Beliau mengutus Sa’d bin Mu’adz, Sa’d bin Ubadah, Abdullah bin Rawahah, Khawwat bin Jubair. Rasulullah bersabda, “Pergilah ke sana dan cari tahu benarkah kabar yang kita dengar dari mereka ini ataukah tidak? Jika kabar itu benar, beritahukan hanya kepadaku melalui isyarat saja, agar tidak mematahkan semangat orang-orang. Jika mereka masih menepati perjanjian, bolehlah kalian memeberitahukannya kepada orang-orang.”

Setiba di sana, para utusan mendapatkan keadaan yang lebih jahat dari gambaran sebelumnya. Orang-orang Yahudi memperlihatkan permusuhan dan mengejek Rasulullah. Akhirnya para utusan itu pulang, lalu mengisyaratkan keadaan mereka kepada Rasulullah dengan berkata, “Adhal dan qarah.” Artinya, orang-orang Yahudi itu seperti Bani Adhal dan Qarah yang melanggar perjanjian. Sekalipun para utusan menyembunyikan keadaan sebenarnya, namun sebagian orang-orang muslim dapat menangkapnya, sehingga meresa keadaan benar-benar gawat. Ini merupakan situasi yang sangat rawan yang pernah dihadapi orang-orang muslim. Posisi mereka dengan bani Quraizhah sangat dekat andaikan mereka memukul dari belakang, sementara di hadapan mereka ada segelar pasukan yang tidak mungkin ditinggalkan. Sementara tempat wanita dan anak-anak tidak jauh dari posisi bani Quraizhah, apalagi benteng itu tanpa ada pasukan yang menjaga. Allah berfirman,


(yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Disitulah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat." (Al-Ahzab : 10-11)

Kemunafikan orang-orang munafik juga mulai muncul, sebagian diantara mereka ada yang berkata, “Kemarin Muhammad beerjanji kepada kami bahwa kami mengambil harta simpanan Kisra dan Qaishar. Sementara pada hari ini tak seorang pun di antara kami yang merasa aman terhadap dirinya, sekalipun hanya untuk buang hajat.” Allah berfirman tentang mereka,

dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata :"Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada Kami melainkan tipu daya". Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mreka berkata: "Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, Maka Kembalilah kamu". dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata : "Sesungguhnya rumah-rumah Kami terbuka (tidak ada penjaga)". dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanya hendak lari.” (Al-Ahzab: 12-13)

Setelah mendengar penghianatan bani Quraizhah, Rasulullah menggelar kainnya dan tidur terlentang di atasnya hingga orang-orang muslim mendapat ujian yang cukup berat. Tak lama kemudian beliau bangkit dan berseru, “Allahu Akbar, bergembiralah wahai orang-orang muslim dengan kemenangan dan pertolongan dari Allah.” Kemudian beliau merancang beberapa strategi untuk menghadapi situasi yang sangat rawan ini. Salah satu strateginya adalah mengutus beberapa para penjaga ke Madinah untuk menjaga wanita dan anak-anak. Tapi sebelumnya ada upaya untuk mengacaukan pasukan musuh. Untuk melancarkan rencana ini, beliau hendak membuat perjanjian dengan Uyainah bin Hishn dan Al-Harits bin Auf, dua pemimpin Gahthafan, bahwa beliau akan menyerahkan sepertiga hasil dai panen korma di Madinah kepada mereka, asal mereka mau mengundurkan diri dari kancah bersama kaumnya, dan membiarkan beliau menghatam quraisy dan menghancurkan kekuatan mereka. Terjadilah tawar-,menawar yang cukup alot.

Kemudian Allah membuat suatu keputusan dari sisi-Nya yang mempu menghinakan musuh, mengacaukan semua barisan mereka serta menceraiberaikan persatuan mereka. Di antara langkah awalnya, adanya seseorang dari Ghathafan yang bernama Nu’aim bin Mas’ud bin Amir Al-Asyja’y datang menemui Rasulullah dan mengatakan tentang keIslamannya yang tidak diketahui oleh kaumnya. Maka dia meminta tugas kepada Rasulullah, apa pun yang dikehendaki oleh Rasulullah. Dan Rasulullah bersabda, “Engkau adalah orang satu-satunya, berilah pertolongan kepada kami menurut kesanggupanmu. Karena peperangan itu adalah tipu muslihat.”

Dengan seketika itu pula Nu’aim pergi menemui bani Quraizhah, dan berkata, “Kalian sudah tahu cintaku kepada kalian, khususnya antara diriku dan kalian.” Dan untuk memberikan nasihat kepada bani Quraizhah. Setelah itu Nu’aim pergi menemui Quraisy dan berkata kepada mereka, “Kalian sudah tahu cintaku kepada kalian dan nasihat-nasihat yang pernah kusampaikan.” Jawab mereka, “Begitulah.” Nu’aim berkata lagi, “Rupanya orang-orang Yahudi merasa menyesal telah melanggar perjanjian dengan Muhammad dan rekan-rekannya. Secara diam-diam mereka telah mengirim utusan untuk menemui Muhammad bahwa mereka hendak meminta jminan kepada kalian, lalu jaminan itu akan mereka serahkan kepada Muhammad, yang tentu saja mereka berpaling dari kalian. Jika mereka meminta jaminan, kalian tidak perlu memberikannya kepada mereka.

Tepatnya malam sabtu, bulan Syawwal 5 H., orang-orang quraisy mengirim utusan untuk menemui orang-orang Yahudi, guna menyampaikan pesan untuk menghabisi Muhammad. Begitu pula sebaliknya, orang-orang Quraisy mengirim utusan kepada Yahudi guna menyampaikan pesan, bahwa mereka tidak mau berperang jika tidak ada jaminan dari orang-orang Quraisy. Setelah tahu apa yang dikatakan utusan Yahudi, orang-orang Quraisy dan Ghathafan berkata, “Benar apa yang dikatakan Nu’aim kepada kalian.” Lalu mereka mengirim utusan lagi kepada orang-orang Yahudi, menyampaikan pesan, “Demi Allah, kami tidak akan mengirim seorang pun kepada kalian. Bergabunglah bersama kami untuk menghabisi Muhammad.”

Bani Quraizhah berkata, “Demi Allah, benar apa yang dikatakan Nu’aim kepada kalian.” Dengan demikian Nu’aim mampu memperdayai kedua belah pihak dan menciptakan perpecahan di barisan musuh, sehingga semangat mereka menjadi runtuh dratis. Sementara orang-orang muslim terus berdoa, “Ya Allah, tutupilah kelemahan kami amankanlah kegundahan kami.” Rasulullah juga berdoa untuk kemalangan musuh, “Ya Allah yang menurunkan Al-Kitab dan yang cepat hisab-nya, kalahkanlah pasukan musuh. Ya Allah, kalahkanlah dan guncangkanlah mereka.”

Allah pun mendengar doa rasul-Nya dan orang-orang muslim. Allah mengirimkan pasukan berupa angin taufan , sehingga kemah-kemah mereka porak-poranda. Allah juga mengirimkan pasukan yang terdiri dari pada malaikat yang membuat mereka menjadi gentar kacau, menyusupkan ketakutan ke dalam hati mereka. Rasulullah mengutus Hudzaifah bin Al-Yaman untuk menemui orang-orang Quraisy dan kembali lagi membawa berita tentang keadaan mereka. Ternyata orang-orang Quraisy sudah bersiap untuk kembali ke Makkah. Hudzaifah menemui Rasulullah mengabarkan niat mereka untuk kembali ke Makkah. Pada keesokan harinya beliau mendapatkan musuh sudah diusir Allah dan pergi dari tempatnya, tanpa keuntungan apa-apa.

Perang khandaq ini terjadi pada tahun 5 H. pada bulan Syawwal. Permulaan perang terjadi pada bulan Syawwal dan berakhir pada bulan Dzul-qa’idah. Perang Khandaq atau Ahzab bukan merupakan peperangan yang menimbulkan kerugian, tetapi merupakan perang urat syaraf. Tidak ada pertempuran yang seru, tetapi dalam catatan sejarah Islam, merupakan peperangan yang sangat menegangkan yang berakhir dengan pelecehan di pihak pasukan musyrikin dan memberikan kesan bahwa kekuatan sebesar apapun di Arab tidak akan mampu melumatkan kekuatan lebih kecil yang sedang mekar di Madinah.

0 komentar:

 
.