Selasa, 31 Maret 2009

NU'AIM BIN MAS'UD DAN HUDZAIFAH IBNUL YAMAN


Profil Salaf :

NU'AIM BIN MAS'UD DAN HUDZAIFAH IBNUL YAMAN

Pada edisi lalu telah ditampilkan salah satu profil hebat pada peristiwa perang Ahzab atau Khondaq, yaitu Salman Al-Farisy RA. Selain shohaby Salman Al-Farisy RA. ada beberapa shohabat lain yang juga berperan penting sehingga pertolongan Alloh pun turun, yaitu dengan dimenangkannya peperangan ini di tangan kaum muslimin tanpa melalui pertempuran. Diantara para shohabat itu adalah Nu'aim ibnu Mas'ud RA. dan Hudzaifah ibnul Yaman RA.
Shohaby Salman adalah pencetus taktik brilian penggalian parit, adapun Nu'aim dan Hudzaifah memberikan kontribusinya dalam operasi intelejen dan tipu muslihat. Bisa dikata, Salman merupakan "man of the war" di awal perang, Nu'aim "man of the war"nya ketika peperangan sedang berlangsung, sedang Hudzaifah adalah "man of the war" di detik-detik akhir peperangan.

Mari kita simak aksi-aksi brilian para sahabat Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam tersebut …

Aksi-Aksi Brilian Yang Menakjubkan!!

Tipu muslihat Nu'aim bin Mas'ud

"Engkau hanya seorang di pihak kami. Dan diantara kita, engkau adalah satu-satunya orang yang dapat melaksanakan tugas itu. Bila engkau sanggup, lakukanlah tugas itu untuk menolong kita. Ketahuilah bahwa peperangan sesungguhnya adalah tipu muslihat.“

Demikian bunyi mandat Nabi SAW. yang dipesankan kepadanya guna memecah-belah kekuatan musuh. Mandat ini dia terima setelah dia menawarkan diri kepada Nabi SAW untuk melaksanakan segala bentuk perintah yang diinginkan oleh Nabi SAW seusai keislamannya.

Nu’aim memulai operasi dengan mendatangi Yahudi Bani Quraidlah dan meyakinkan mereka untuk tidak terlibat dalam peperangan melawan kaum muslimin sebelum mendapat jaminan dari Quraisy berupa beberapa orang terkemuka sebagai sandera, supaya kaum Quraisy tidak mundur dari peperangan meninggalkan mereka sendirian menghadapi kaum Muslimin. “Engkau telah memberikan pendapat yang amat baik,” kata para pemimpin Yahudi Bani Quraidlah tanpa curiga. Mereka tidak tahu kalau Nu'aim telah menjadi muslim.

Kemudian Nu’aim mendatangi Abu Sufyan dan pemimpin-pemimpin Quraisy lainnya. Pada mereka Nu’aim menceritakan kalau Yahudi Bani Quraidlah menarik pasukannya. Mereka juga secara diam-diam telah membuat kesepakatan dengan Muhammad SAW untuk menculik beberapa pemimpin Quraisy dan Ghathafan untuk diserahkan pada Muhammad SAW dan dibunuh. Nu’aim juga berpesan agar mereka tidak menyerahkan seorang pun pada mereka.

Nu‘aim lalu pergi menemui kaumnya, Ghothofan. Kepada mereka ia mengemukakan apa yang dikemukakannya kepada orang-orang Quraisy. Demikianlah akhirnya terjadi salah paham di antara mereka dan saling tidak mempercayai. Sehingga masing-masing dari mereka menuduh terhadap yang lainnya sebagai pengkhianat.

Misi Nu’aim sukses, dia berhasil memecah belah persekutuan tentara Ahzab dan mengadu domba mereka. Akhirnya pasukan sekutu multinasional pun meninggalkan Bani Quroidhoh sendirian di medan peperangan sehingga kekuatan musuh berkurang. Sementara itu Alloh SWT mengirim pula kepada Quroisy dan sekutunya angin topan yang mengerikan sehingga menerbangkan kemah-kemah mereka, memporak-porandakan logistic, memadamkan api, menerpa muka dan memenuhi mata mereka dengan tanah. Sehingga mereka tidak dapat berbuat apa-apa kecuali melarikan diri di kegelapan malam.

Setelah hari subuh didapati oleh kaum muslimin musuh-musuh Alloh sudah lari. Karena itu mereka bersorak gembira sambil memuji Alloh. Dan selama perang Ahzab ini berlangsung Nabi SAW tidak henti-hentinya, siang malam senantiasa beristighfar, merendahkan diri, dan berdo'a kepada Allah untuk kemenangan kaum Muslimin. Di antara do'a yang diucapkannya ialah :

"Ya Allah, Tuhan yang menurunkan kitab (Al-Quran) yang Maha cepat hidab-Nya, kalahkanlah barisan Ahzab (golongan Musyrikin). Kalahkanlah dan guncangkanlah mereka.“ (HR. Muslim)

Aksi spionase Hudzaifah ibnul Yaman

Saat itu keadaan terasa sangat berat oleh kaum muslimin karena lama dikepung rapat oleh musuh. Bahkan keadaan ini sempat menjadikan kaum muslimin berprasangka yang tidak wajar terhadap Alloh SWT. Namun begitu, pada saat yang sama keadaan musuh tidak lebih baik dari pada yang dialami kaum muslimin. Mereka baru saja diporak-porandakan oleh tentara Alloh yang lain, angin topan.

Dalam situasi genting dalam setiap peperangan, pihak yang kalah ialah yang lebih dulu mengeluh, dan pihak yang menang ialah yang dapat bertahan menguasai diri dan keadaan melebihi lawannya. Maka dalam detik-detik seperti itu, amat diperlukan info-info secepatnya mengenai kondisi musuh, untuk menetapkan penilaian dan landasan mengambil keputusan dalam musyawarah.

Ketika itulah Rosululloh SAW., sang spymaster, memerlukan ketrampilan Hudzaifah ibnu Yaman RA, untuk mendapatkan info-info yang tepat dan pasti. Maka beliau SAW memutuskan untuk mengirim Hudzaifah ke jantung pertahanan musuh untuk aksi spionase, dalam keadaan kegelapan malam yang hitam pekat. Marilah kita dengarkan dia bercerita, bagaimana dia melaksanakan tugas maut tersebut.

Hudzaifah bertutur, "Malam itu kami (tentara muslimin) duduk berbaris. Saat itu, Abu Sufyan dan pasukannya kaum musyrikin Makkah mengepung kami. Malam sangat gelap. Belum pernah kami alami gelap malam sepekat itu, sehingga tidak dapat melihat anak jari sendiri. Angin bertiup sangat kencang, sehingga desirannya menimbulkan suara bising yang memekakkan. Orang-orang lemah iman, dan orang-orang munafik minta izin pulang kepada Rosululloh, dengan alasan rumah mereka tidak terkunci. Padahal sebenarnya Rumah mreka terkunci.

Setiap orang yang minta izin pulang, diperkenankan oleh Rosululloh, tidak ada yang dilarang atau ditahan beliau. Semuanya keluar dengan sembunyi-sembunyi, sehingga kami yang tetap bertahan, hanya tinggal 300 orang.

Rosululloh berdiri dan berjalan memeriksa kami satu persatu. Setelah beliau sampai ke dekatku, saya sedang meringkuk kedinginan. Tidak ada yang melindungi tubuhku dari udara dingin yang menusuk-nusuk, selain sehelai sarung butut kepunyaan istriku, yang hanya dapat menutupi hingga lutut. Beliau mendekatiku yang sedang menggigil, seraya berkata, "Siapa ini!"

"Hudzaifah!" jawabku.

"Hudzaifah?" Tanya Rosululloh minta kepastian.

Aku merapat ke tanah, malas berdiri karena sangat lapar dan dingin, "Betul, ya Rosululloh!" jawabku.

"Ada beberapa peristiwa yang dialami musuh. Pergilah ke sana dengan sembunyi-sembunyi untuk mendapatkan data-data yang pasti, dan laporkan segera kepadaku!" kata beliau memerintah.

Aku bangun dengan ketakutan dan kedinginan yang sangat menusuk, dengan diiringi do'a Rosululloh, "Ya Alloh, lindungilah dia dari hadapan, dari belakang, kanan, kiri, atas dan dari bawah."

Demi Alloh!, setelah Rosululloh berdo'a, ketakutan yang menghantui dalam dadaku, dan kedinginan yang menusuk tubuhku hilang seketika, sehingga saya merasa segar dan perkasa. Tatkala saya memalingkan diriku dari Rosululloh, beliau memanggilku dan berkata, "Hai, Hudzaifah! Sekali-kali jangan melakukan tindakan yang mencurigakan mereka sampai tugasmu selesai, dan kembali melapor kepadaku!"

Jawabku, “Saya siap, ya Rosululloh!"

Lalu saya pergi dengan sembunyi-sembunyi dan hati-hati sekali, dalam kegelapan malam yang hitam kelam. Saya berhasil menyusup ke jantung pertahanan musuh dengan berlagak seoalah-olah saya anggota pasukan mereka. Belum lama saya berada di tengah-tangah mereka, tiba-tiba terdengar Abu Sufyan memberi komando.

"Hai pasukan Quroisy, dengarkan saya berbicara kepada kamu sekalian. Saya sangat khawatir apa yang akan kusampaikan ini didengar oleh Muhammad atau pengikutinya. Karena itu telitilah lebih dahulu setiap orang yang berada di samping kalian masing-masing!"

Mendengar ucapan Abu Sufyan itu, saya segera memegang tangan orang yang di sampingku seraya bertanya, "Siapa kamu?"

"Anu si Anu, anak si Anu!" jawab orang tersebut.

Sesudah dirasanya aman, Abu Sufyan melanjutkan bicaranya, "Hai pasukan Quroisy, Demi tuhan, sesungguhnya kita tidak dapat bertahan di sini lebih lama lagi. Hewan-hewan kendaraan kita telah banyak yang mati. Bani Quroizhoh berkhianat meninggalkan kita. Angin topan menyerang kita dengan ganas seperti kalian rasakan. Karena itu berangkatlah kalian sekarang, dan tinggalkan tempat ini. Saya sendiri akan berangkat sekarang."

Selesai berkata begitu, Abu Sufyan langsung mendekati lalu menaiki ontanya. Seandainya Rosululloh tidak melarangku melakukan tindakan di luar perintah sebelum datang melapor kepada beliau, sungguh telah kubunuh Abu Sufyan dengan pedangku.

Aku kembali ke pos komando menemui Rosululloh. Kudapati beliau sedang sholat di tikar kulit, milik salah seorang istrinya. Tatkala beliau melihatku, didekatkannya kakinya kepadaku dan diulurkannya ujung tikar menyuruhku duduk di dekatnya. Lalu kulaporkan kepada beliau segala kejadian yang kulihat dan kudengar. Beliau sangat senang dan bersuka hati, serta mengucapkan puji dan syukur kepada Alloh SWT."

Lalu sipakah mereka?

Nu'aim bin Mas'ud, pemecah belah pasukan sekutu Ahzab

Nu'aim bin Mas'ud adalah seorang pemuda berjiwa dinamis, berpikiran terang, lincah, cekatan, tidak mudah menyerah menghadapi segala rintangan dan tidak mau mundur bila bersua dengan kesulitan. Dia menjadi teladan bagi anak-anak padang pasir, kurnia Alloh kepadanya tentang ketepatan perhitungan, cepat, tanggap dan cerdik.

Tetapi dia sangat suka hiburan dan berpoya-poya. Dia lebih gesit mencari kedua-duanya daripada orang-orang yahudi madinah. Bila dia rindu mendengarkan biduan menyanyi atau pemetik gitar gambus memainkan gambusnya dia segera berpacu dari kampungnya Nejed menuju Madinah tanpa memperdulikan biaya yang harus dikeluarkan kepada kaum yahudi untuk mendapatkan kepuasan sepuas-puasnya. Karena itu Nu'aim sering pulang-pergi ke Yatsrib (Madinah) dan berhubungan erat dengan orang-orang yahudi di sana, terutama dengan yahudi bani Quroizhoh.

Ketika Alloh SWT mengutus Rosul-Nya menyampaikan agama yang haq untuk mengangkat derajat kemanusiaan dan ketika seluruh kota Makkah telah cemerlang dengan cahaya Islam, Nu'aim bin Mas'ud sedang tenggelam dalam kegiatan pemuasan hawa nafsu. Dia sungguh-sungguh membelakang dari agama yang baru itu dan tidak mau berpisah dengan kesenangan duniawi yang dinikmatinya. Maka dengan mudah dia terseret jauh ke dalam kelompok musuh-musuh Islam yang sangat keras, yang menentang dengan pedang.

Tetapi ketika terjadi perang Ahzab, Nu'aim bin Mus'ud membuka lembaran baru untuk dirinya dalam sejarah dakwah Islamiyyah. Ya, dia masuk Islam setelah terjadi dialog serius antara Nu'aim dengan jiwa sucinya. Dialog itu melahirkan suatu keputusan yang kuat dan pasti, dan dilaksanakan seketika itu juga. Ia keluar diam-diam dari kubu kaumnya dalam gelap malam untuk menemui Rosululloh dan menyatakan keislamannya. Setelah itu terjadilah aksi brilian di atas.

Sejak kesuksesan aksi briliannya itu Nu'aim menjadi kepercayaan Rosululloh SAW. Dia diserahi berbagai tugas menanggulangi urusan-urusan besar dan sulit. Ke tangannya diserahkan panji-panji perang untuk mengukuhkan pengangkatannya.

Di hari pembebasan kota Makkah, Abu Sufyan bin Harb berdiri melihat kedatangan tentara muslimin. Dia melihat seorang laki-laki membawa bendera Ghothofan. Lalu ditanyakannya kepada pembantu-pembantunya, "Siapa itu?"

Mereka menjawab, "Nu'aim bin Mas'ud!"

"Demi Alloh, dia sangat jahat terhadap kita ketika terjadi perang Khondaq." Kata Abu Sufyan, "Demi Alloh, tadinya dia orang yang paling keras memusuhi Muhammad. Sekarang dia membawa kaumnya untuk memerangi kita di bawah bendera Muhammad."

Hudzaifah ibnul Yaman, intel dan informan rahasia Rosululloh SAW.

"Jika kamu ingin di golongkan sebagai kaum Muhajirin, kamu memang Muhajir. Jika ingin digolongkan kaum Anshor, kamu memang seorang Anshor. Pilihlah mana yang kamu sukai."

Itulah kalimat yang diucapkan Rosululloh SAW kepada Hudzaifah ibnul Yaman, ketika ia pertama kali bertemu muka dengan beliau di Makkah. Mengenai pilihan itu, ada cerita tersendiri. Berikut kisahnya.

Al-Yaman adalah ayah Hudzaifah, ia berasal dari Bani Abbas di kota Makkah. Karena terlibat hutang darah dengan kaumnya, dia terpaksa menyingkir dari Makkah ke Yatsrib (Madinah kala itu). Di sana dia minta perlindungan kepada Bani 'Abd Asyhal dan bersumpah setia kepada mereka untuk menjadi keluarga dalam persukuan Bani 'Abd Asyhal. Kemudia dia menikah dengan anak perempuan suku Asyhal. Dari perkawinannya itu lahirlah anaknya, Hudzaifah. Maka hilanglah halangan yang menghambat Al-Yaman untuk memasuki kota Makkah. Sejak itu dia bebas pulang pergi antara Makkah dan Madinah. Namun begitu, dia lebih banyak tinggal dan menetap di Madinah.

Ketika Islam memancarkan cahayanya ke seluruh jazirah Arab, Al-Yaman termasuk salah seorang utusan dari sepuluh orang Bani Abas, untuk menemui Rosululloh SAW dan menyatakan Islam di hadapan beliau. Peristiwa tersebut terjadi sebelum hijroh Rosululloh ke Madinah. Sesuai dengan garis keturunan (nasab) yang berlaku di negeri Arab, yaitu menurut garis keturunan ayah, maka Hudzaifah adalah orang Makkah yang lahir dan dibesarkan di Madinah.

Hudzaifah ibnul Yaman lahir di rumah tangga muslim, bersama saudaranya, Shofwan RA, mereka berdua dipelihara dan dibesarkan dalam pangkuan kedua ibu bapaknya yang telah memeluk agama Alloh SWT. Karena itu, Hudzaifah telah memeluk agama Islam sebelum bertemu Rosululloh SAW.

Kerinduan Hudzaifah hendak bertemu dengan Rosululloh SAW memenuhi setiap rongga hatinya. Karena semakin menggebu-gebu, dia memutuskan untuk berangkat ke Makkah menemui Rosululloh. Saat itulah ia bertanya kepada Rosululloh, "Apakah saya ini seorang Muhajir atau Anshor, ya Rosululloh?"

"Jika kamu ingin disebut Muhajir, kamu memang Muhajir, dan jika kamu ingin disebut Anshor, kamu memang orang Anshor. Pilihlah mana yang kamu suka!" ujar Rosululloh.

"Aku memilih Anshor, ya Rosululloh!" jawab Hudzaifah.

Setelah Rosululloh hijroh ke Madinah, Hudzaifah selalu mendampingi beliau bagaikan seorang kekasih. Hudzaifah turut bersama-sama dalam setiap peperangan yang dipimpinnya, kecuali dalam perang Badar. Karena pada saat itu ia dan ayah sedang berada di luar kota Madinah dan ditangkap oleh kaum kafir Quroisy. Mereka tidak dibebaskan kecuali setelah berjanji untuk tidak memerangi kaum Quroisy. Namun ketika hal itu disampaikan kepada Rosululloh, beliau memerintahkan untuk membatalkan perjanjian dan minta ampun kepada Alloh SWT.

Karena itu, ketika terjadi perang Uhud, Hudzaifah turut memerangi kaum kafir bersama-sama dengan ayahnya, Al-Yaman. Dalam peperangan itu Hudzaifah mendapat cobaan besar. Dia pulang dengan selamat, tetapi ayahnya meninggal dunia di medan Uhud. Yang sangat disayangkan, ayahnya syahid di tangan kaum Muslimin sendiri, bukan oleh kaum musyrikin.

Ceritanya, pada hari terjadinya perang Uhud, Rosululloh menugaskan Al-Yaman (ayah Hudzaifah) dan Tsabit bin Waqsy RA mengawal benteng tempat para wanita dan anak-anak, karena keduanya sedah lanjut usia. Ketika perang berkecamuk dengan sangat sengit, Al-Yaman berkata kepada temannya, "Bagaimana pendapatmu; apalagi yang harus kita tunggu? Umur kita sudah tua, tinggal menunggu detik saja. Kita mungkin saja mati hari ini atau esok. Apakah tidak lebih baik kita ambil pedang, lalu menyerbu ke tangah-tengah musuh membantu Rosululloh. Mudah-mudahan Alloh SWT memberi kita rezeki menjadi syuhada bersama-sama dengan Nabi-Nya. Lalu keduanya mengambil pedang dan terjun ke arena pertempuran.

Tsabit bin Waqsy syahid di tangan kaum musyrikin. Tetapi Al-Yaman, menjadi sasaran pedang kaum Muslimin sendiri, karena mereka tidak mengenalnya. Hudzaifah berteriak, "Itu ayahku! Itu ayahku!"

Tetapi sayang, tidak seorang pun yang mendengar teriakannya, sehingga ayahnya jatuh tersungkur oleh pedang teman-temannya sendiri. Dan ketika Kaum Muslimin mengetahui hal itu, mereka pun diliputi suasana duka dan menyesal. Sambil memandangi mereka dengan sikap kasih sayang dan penuh pengampunan, Hudzaifah malah berdo'a, "Semoga Alloh mengampuni kalian, Dia Maha Pengasih dari yang paling pengasih."

Rosululloh memutuskan untuk membayar tebusan darah (diyat) ayah Hudzaifah kepada anaknya, Hudzaifah. Namun Hudzaifah menolak, "Ayahku menginginkan agar dia mati syahid. Keinginannya itu kini telah tercapai. Ya Alloh, saksikanlah! Sesungguhnya saya menyedekahkan diyat darah ayahku kepada kaum Muslimin."

Mendengar pernyatan itu, penghargaan Rosululloh terhadap Hudzaifah bertambah tinggi dan mendalam. Rosululloh SAW menilai dalam pribadi Hudzaifah ibnul Yaman terdapat tiga keistimewaan yang menonjol.

Pertama, cerdas tiada bandingan, sehingga dia dapat meloloskan diri dari situasi yang serba sulit. Kedua, cepat tanggap, tepat dan jitu, yang dapat dilakukannya kapan saja. Ketiga, cermat dan teguh memegang rahasia dan berdisiplin tinggi, sehingga tak seorang pun dapat mengorek keterangan darinya.

Sudah menjadi kebijaksanaan Rosululloh, berusaha menyingkap keistimewaan para sahabatnya, dan menyalurkannya sesuai dengan bakat dan kesanggupan yang terpendam dalam pribadi masing-masing mereka. Yaitu menempatkan seseorang pada tempat yang selaras.

Kesulitan terbesar yang dihadapi kaum Muslimin di Madinah ialah kehadiran kaum Yahudi munafik dan sekutu mereka, yang selalu membuat isu-isu dan muslihat jahat, yang dilancarkan mereka terhadap Rosululloh dan para sahabat. Dalam menghadapi kesulitan itu, Rosululloh mempercayakan sesuatu yang sangat rahasia kepada Hudzaifah ibnul Yaman, dengan memberikan daftar nama orang munafik itu kepadanya. Itulah suatu rahasia yang tidak pernah bocor kepada siapa pun hingga sekarang, baik kepada para sahabat yang lain atau kepada siapa saja.

Dengan mempercayakan hal yang sangat rahasia itu, Rosululloh menugaskan Hudzaifah memantau setiap gerak dan kegiatan mereka untuk mencegah bahaya yang mengancam kaum Muslimin. Karena itu, Hudzaifah ibnul Yaman digelari oleh para sahabat dengan 'Shohibu Sirri Rosululloh' (pemegang rahasia Rosululloh).

Dengan karunia Alloh dia mempunyai kemampuan membaca tabi'at seseorang dari air mukanya.Dalam waktu selintaskilas, tanpa susah payah dia mampu menyelidiki rahasia-rahasia yang tersembunyi dan terpendam.

Hudzaifah ibnul Yaman sangat cermat dan teguh memegang segala rahasia mengenai orang-orang munafik selama hidupnya. Sehingga kepada kholifah sekalipun, yang mencoba mengorek rahasia tersebut tidak pernah bocor olehnya. Pada saat pemerintahan Umar bin Khothob RA, jika ada orang muslim yang meninggal, Umar bertanya, "Apakah Hudzaifah turut menyalatkan jenazah orang itu?" jika mereka menjawab, ada, belia turut meyalatkannya. Bila mereka katakana tidak, beliau enggan menyalatkannya.

Pada suatu keika, kholifah Umar pernah bertanya kepada Hudzaifah dengan cerdik, "Adakah diantara pegawai-pegawaiku ada orang munafik?"

Jawab Hudzaifah, "Ada seorang!"

Kata Umar, "Tolong tunjukkan kepadaku, siapa?"

Jawab Hudzaifah, "Maaf kholifah, saya dilarang Rosululloh mengatakannya."

"Seandainya aku tunjukkan, tentu kholifah akan langsung memecat pegawai yang bersangkutan," kata Hudzaifah bercerita.

Selain itu, Hudzaifah ibnul Yaman juga adalah pahlawan. Cukuplah sebagai bukti bahwa ia merupakan orang ketiga atau kelima dalam deretan tokoh-tokoh terpenting pada pembebasan seluruh wilayah Irak. Seperti kota Nahawand, Dainawar, Hamadan dan Rai. Dia membebaskan kota-kota tersebut bagi kaum Muslimin dari genggaman kekuasaan Persia yang menuhankan berhala. Hudzaifah juga termasuk tokoh yang memprakasai keseragaman mushhaf Al-Qur'an.

Sungguh, Hudzaifah adalah seorang yang berfikiran cerdas dan berpengalaman luas, kepada kaum Muslimin selalu dipesankannya: "Tidaklah termasuk yang terbaik di antara kalian yang meninggalkan dunia untuk kepentingan akhirat, dan tidak pula yang meninggalkan akhirat untuk kepentingan dunia … tetapi hanyalah yang mengambil bagian dari kedua-duanya…!"

Di tahun 36 Hijriyah, ketika Hudzaifah sakit keras menjelang ajalnya tiba, beberapa orang sahabat datang mengunjunginya tengah malam. Hudzaifah bertanya kepada mereka, "Pukul berapa sekarang?"

Jawab mereka, "Sudah dekat Shubuh."

Kata Hudzaifah, "Aku berlindung kepada Alloh, dari Shubuh yang menyebabkan saya masuk neraka."

Kemudian dia bertanya, "Adakah tuan-tuan membawa kafan?"

Jawab mereka, "Ada!"

Kata Hudzaifah, "Tidak perlu kafan yang mahal. Jika diriku baik dalam penilaian Alloh, Dia akah menggantinya untukku dengan kafan yang lebih baik. Dan jika saya tidak baik dalam pandangan Alloh, Dia akan menanggalkan kafan itu dari tubuhku."

Sesudah itu dia berdo'a, "Wahai Alloh! Sesungguhnya Engkau tahu, bahwa saya lebih suka faqir daripada kaya, saya lebih suka sederhana daripada mewah, dan saya lebih suka mati daripada hidup." Setelah membaca do'a itu, ruhnya pun pergi meninggalkan jasad. Selamat jalan Intel dan Informan Rosululloh SAW.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Assalamua'laikum,
Ya akhi, boleh nyatakan sumber rujukan dimana peroleh ilmu ini? :)

 
.