Kamis, 07 Agustus 2008

“Abu Mus’ab Az-Zarqowiy”


Amiru dz-Dzabbahin wa l-Istisyhadiyyin

“Abu Mus’ab Az-Zarqowiy”

Nama aslinya Ahmad Fudhoil Nazal al-Kholayalah. Dilahirkan pada tgl 20 Oktober 1966 di Yordania, tepatnya di sebuah desa termiskin di kota az-Zarqa’. Di mana rumah-rumah penduduk banyak yang tidak layak huni, kumuh dan padat. Kepada kota inilah nama beliau disandarkan, Abu Mus’ab Az-Zarqowiy.

Masa kecilnya tak jauh berbeda dengan kebanyakan orang lain. Keislamannya mulai mengental setelah ia aktif sholat di masjid kampungnya yang kebetulan dekat dengan rumahnya. Keseriusannya kembali kepada Islam tidaklah main-main…beliau banyak melakukan ziarah kubur yang terdekat dengan rumahnya…ziarah kubur inilah yang menjadikannya faham akan hakikat hidup seseorang di dunia.

Beliau menikahi dua orang wanita. Dari istri pertamanya beliau dikaruniai 4 anak; Aminah (12 tahun), Roudhoh (9 tahun), Muhammad (7 tahun), dan si bungsu Mus’ab (5 tahun). Saking sayangnya beliau kepada si kecil Mus’ab maka kunyyah beliau disandarkan kepadanya, Abu Mus’ab.

Pendidikan terakhir beliau adalah di Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMA). Di tahun terakhir sekolahnya beliau keluar dan bekerja selama beberapa bulan. Setelah itu beliau memulai petualangan jihadnya ke berbagai belahan bumi jihad.

Tak terbanyang di benak penduduk kota Az-Zarqo’ bahwa Ahmad si“bocah desa” yang miskin itu akan menjadi orang penting di jajaran tanzhim jihad dunia, Al-Qoidah. Fotonya seringkali menghiasi media masa terutama setelah keterlibatannya di bumi jihad Iraq. Bahkan majalah Times milik USA mencantumkan namanya diantara 100 “orang penting” di dunia saat itu.

Beliau syahid pada tanggal 7 Juni 2006, dalarn sebuah serangan udara yang dilancarkan oleh Amerika (Meskipun dalarn situs Al-Islam.org, disebutkan bahwa beliau dibunuh bukan ketika serangan tersebut. Tetapi setelah serangan tersebut ini, beliau disiksa dan ditembaki dalam keadaan terkena pecahan born, ketika pasukan Amerika mendarat dan memeriksa rumah Abu Mush’ab yang dijadikan sasaran pemboman-edt).

Petualangan jihad

(Tahun 1991 M) Setelah cahaya islam menyelimuti relung hatinya beliau safar ke kota Peshawar di Pakistan kemudian dilanjutkan ke Afghonistan untuk ikut berjihad. Waktu itu jihad Afghonistan memasuki periode akhir jihad melawan beruang merah Rusia.

Pasca kekalahan Rusia, fraksi-fraksi jihad yang ada di Afghonistan bersengketa mengenai siapa yang berhak mengendalikan pemerintahan. Melihat kondisi demikian, beliau memilih untuk menjauh dan kembali ke Yordania. Di Yordania beliau dan teman-temannya gencar berda’wah dan membantu perjuangan kaum muslimin Palestina. Salah satunya adalah mengirimkan senjata. Namun usaha ini tidak selalunya berhasil. Beliau dan teman-temannya ditangkap pihak kepolisian pemerintah. Diantara yang tertangkap itu terdapat Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi, kelak menjadi sahabat karibnya di penjara.

Abu Mus’ab dan Syaikh Al-Maqdisi menolak menyerahkan urusan mereka kepada para hakim dengan alasan bahwa hakim pemerintah tersebut telah murtad serta karena mereka menerapkan undang-undang buatan manusia (Qowanin al-Wadh’iyyah). Di hadapan hakim salah satu diantara mereka berdua berkata, “Kalian mau menghukumi kami? Demi Alloh, kami tidak akan berhukum kepada kalian selama kalian tidak berhukum kepada apa-apa yang diturunkan Alloh 'azza wa jalla.” Akhirnya beliau berdua dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Namun beliau berdua menjalani hukuman hanya 4 tahun setelah mendapat grasi dari raja Abdulloh tatkala memperingati kematian ayahnya raja Husain.

Selama 4 tahun di penjara tiada waktu yang beliau berdua lewatkan terbuang percuma. Abu Mus’ab memanfaatkannya untuk menghafal seluruh Al-Qur’an dan menuntut ilmu. Mumpung, ada Syaikh Salafi Jihadi ‘Abu Muhammad Al-Maqdisi. Suatu saat Syaikh Al-Maqdisi berkata kepada beliau, “Sungguh, penjara ini bagi kita adalah khulwah (pertapaan) dan siyahah (piknik, tamasya). Selama ini kita habiskan waktu kita untuk berda’wah ilalloh dan mengumpulkan orang-orang yang berpemahaman salafi jihadi. Tidaklah kita dipindahkan dari satu penjara satu ke penjara lainnya kecuali kita pasti berdakwah di sana.”

Sekeluarnya dari penjara (tahun 1999), Syaikh Al-Maqdisi berharap Abu Mus’ab mau tetap tinggal di Yordania guna melanjutkan amal islami di negaranya sendiri. Namun Abu Mus’ab lebih memilih kembali hijrah ke bumi Afghonistan untuk melanjutkan petualangan jihadnya.

Proyek pembentukan kamp dan basis militer

(Tahun 2000). Setibanya di Afghonistan beliau dan beberapa temannya ditempatkan di kota Herat. Di sana beliau beserta rombongan diberi kewenangan mengembangkan basis militer, termasuk kewenangan mengadakan tadrib ‘asykary sendiri. Adapun mujahidin Tholiban dan Al-Qoidah siap membantu dami kelancaran proyek tersebut. Meski demikian beliau tidak melakukan bai’at kepada Tholiban, tetapi beliau memilih untuk mengadakan amal (baca; tadrib) sendiri. Menurut pandangan beliau, harokah Tholiban beraqidah ‘Asy’ariyah yang bertentangan dengan aqidah beliau, aqidah salafus sholih. Namun, setelah dijelaskan oleh syaikh Usamah bin Ladin bahwa harokah Tholiban adalah mengikuti manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah beliau pun tidak jadi mempersoalkannya.

Beberapa tahun Abu Mus’ab dan rombongannya terlibat pembentukan basis militer di kota Herat. Pasca serangan 11 september 2001, Amerika Serikat dengan membabi buta mengempur Afghonistan, sedang kota Herat adalah wilayah yang telah lama diincar kaum Syi’ah yang bekerja sama dengan USA. Maka mau tidak mau Abu Mus’ab beserta rombongannya harus mengekavuasi diri dari Herat ke tempat yang lebih aman, dan kota Kandahar adalah tempat yang dipilih. Tak kurang dari 400 mobil jenis pick up dikerahkan untuk mengeluarkan mereka dari sana. Sebab di dalamnya terdiri dari ikhwan-ikhwan Arab anggota Al-Qoidah setempat dan juga ikhwan dari milisi Tholiban. Jarak perjalanan menuju kandahar cukup jauh. Sementara pesawat-pesawat musuh terus mengejar dan berpatroli di udara Afghonistan. Tetapi Alhamdulillah, rombongan berhasil sampai di Kandahar dengan selamat.

Di Kandahar beliau bersama beberapa pimpinan tanzhim Al-Qoidah dan Tholiban mengadakan pertemuan guna membahas setrategi ke depan dalam menghadapi peperangan global melawan Amerika dan sekutunya. Pada masa itu ada peristiwa yang menjadikan pelajaran berharga bagi mujahidin lainnya. Suatu hari, ada perkumpulan orang-orang penting. Diantaranya adalah Abu Mush’ab. Entah kenapa, ada satu ikhwan mujahid (Kholid asy-Syaikh al-Kuwaiti) yang menggunakan telepon seluler yang tentu saja memakai bantuan sistem satelit. Sekitar 7 menit syaikh Kholid mengaktifkan ponselnya, sepuluh menit kemudian pesawat Amerika menembakkan rudal ke rumah yang ditempati tadi. Padahal, Abu Mush’ab dan beberapa mujahid masih di sana. Serangan ini mengakibatkan atap rumah roboh, untunglah tidak ada satupun mujahidin yang terbunuh. Tetapi sebagian mengalami patah tulang, diantaranya adalah Abu Mush’ab. Beliau mengalami patah tulang pada rusuk dadanya dan sedikit mengalami luka memar akibat tertimpa atap rumah.

Perjalanan ke Iraq

(Tahun 2001). Beliau dan 1500 mujahidin beserta keluarganya pergi ke Iraq melalui jalur utara mempertemukan Iraq dan Irann. Perjalanan ke Iraq ini begitu sulit dan melelahkan. Alhamdulillah teman-teman beliau dari kalangan mujahidin Kurdistan dan Jama’ah Anshorul Islam turut membantu untuk sampai ke tempat tujuan.

Lama-kelamaan, Amerika tahu kalau orang-orang Iran turut menyembunyikan kegiatan mujahidin di sana. Maka Amerika segera mengecam Iran melalui berbagai media massa. Mereka menuduh Iran telah membantu Al-Qoidah dan organisasi terorisme internasional.

Pihak pemerintahan Iran bereaksi, mereka menangkapi dan memenjarakan para pemuda, lalu mengekstradisi ke negara masing-masing atau mengasingkannya ke mana saja mereka suka. Yang penting mereka harus keluar dari Iran.

Tindakan-tindakan yang diambil oleh pemerintahan Iran terhadap mujahidin telah menggagalkan 75 % rencana yang sudah mujahidin susun. Banyak sekali pemuda yang ditangkap. 80 % pengikut Az Zarqowi tertangkap. Ini memaksa para mujahidin untuk membuat rencana baru guna mengevakuasi Abu Mush’ab dan pengikutnya yang masih tersisa dari Iran. Arah yang dituju adalah Iraq. Jalurnya adalah melalui perbatasan utara, yang menghubungkan antara Irak dan Iran. Targetnya adalah sampai ke basis-basis kaum sunni di daerah Iraq tengah. Dari sana program selanjutnya adalah membangun dan membentuk pasukan untuk memerangi Amerika, dan mengalahkannya dengan izin Alloh. Pilihan ini bukan dilakukan secara asal-asalan. mujahidin sudah mengkajinya dengan sedemikian detail.

Jihadnya di Iraq

Abu Mus’ab bersama rombongan berhasil sampai di Iraq yang kala itu masih dikuasai partai Al-Ba’ts. Maka dengan hati-hati beliau bergerak di tempat barunya, dikawatirkan akan diketahui si kafir Ba’ts karena ketidaksukaan mereka kepada beliau atau kepada apapun yang berbau salafi jihadi…Hal ini sebagai sanggahan atas kebohongan Amerika yang menyatakan ada keterkaitan antara Shaddam Husain dengan Al-Qoidah melalui perantara Abu Mus’ab, yaitu dengan memberikan tempat kepada beliau selama di Baghdad dan mengobati luka beliau di salah satu rumah sakit Baghdad. Selama di sana Abu Mus’ab belum melakukan pertempuran melawan Amerika hingga jatuhnya Baghdad pada tanggal 9 April 2003. Beliau angkat bendera ”Laa ilaaha illalloh” dan beliau singkirkan bendera fanatisme dan nasionalisme, beliau katakan bahwa, “Peperangan yang didasari ’ikut-ikutan’ tidak memberi efek kepada Amerika.”.

Kejelian dan kejeniusan Abu Mus’ab pasca jatuhnya Baghdad

Mulailah Abu Mus’ab dan para mujahidin menyatakan perang terhadap Amerika. Waktu itu mereka berperang dengan tanzhim tanpa nama. Dengan bergabungnya para mujahidin dari Yordania dan Suriah muncullah ide untuk tansiq (kerja sama atau aliansi) –dengan harokah-harokah jihad lainnya, pen-.

Yang menggembirakan, di antara rombongan mujahidin tersebut terdapat asy-Syaikh al-Mujahid al-‘Alim al-Hafizh Abu Anas asy-Syami rahimahulloh –yang dikemudian hari menjadi ketua Dewan Pertimbangan Syar’I di tanzhim ini-, beliau mengusulkan kepada Abu Mus’ab untuk menamai tanzhim yang dipimpinnya supaya hasil kerja keras yang didapat mujahidin tidak dicuri dan diklaim orang-orang Ba’ts. Akhirnya Abu Mus’ab pun menyetujuinya dan menamai tanzhimnya dengan Jama’ah Tauhid wal Jihad, nama yang sama dengan situs internet yang dimiliki teman sekaligus gurunya ‘Abu Muhammad al-Maqdisi’, yaitu situs Mimbar Tauhid wal Jihad.

Abu Mus’ab begitu gembira dengan bergabungnya Syaikh Abu Anas asy-Syami. Beliau sangat mencintai Syaikh Usamah bin Ladin dan Thaliban. Beliau juga yang berperan dalam berbai’atnya Abu Mus’ab dengan tanzhim Al-Qoidah pimpinan Syaikh Abu Abdulloh Usamah bin Ladin di kemudian hari.

Keberanian Jama’ah Tauhid wal Jihad

(Tahun 2004). Tidak begitu lama kelompok jihad yang dipimpin Abu Mus’ab menjelma kekuatan yang menguasai medan perang di Iraq. Kondisi ini beliau manfaatkan untuk melancarkan ‘amaliyyat istisyhadiyyah yaumiyyah (operasi bom syahid harian) ke pihak musuh USA dan sekutunya. Tak terkecuali pasukan Itali yang terpukul mundur akibat amaliyyah istisyhadiyyah yang dilancarkan mujahidin. Selain itu, beliau juga menerapkan operasi penculikan terhadap musuh. Di antara yang diculik adalah ketua majelis negara (DPR) sementara, Izzudin Salim; ketua persekutuan umat beragama, Sergio Demleo…

Yang menghebohkan adalah taktik baru beliau yaitu dengan menghidupkan kembali sunnah Dzabh (menyembelih atau memenggal) untuk mengentarkan musuh. Sungguh, orang awam Eropa merasa ngeri tatkala melihat seseorang yang mengaku dari kelompok Jama’ah Tauhid wal Jihad berdiri di depan kamera melakukan sendiri penyembelihan terhadap warga Amerika bernama Nicholas Berg..sebagai balasan atas apa yang mereka lakukan terhadap tahanan Abu Ghuraib dan sebagai permintaan untuk pembebasan wanita-wanita muslimah yang ditahan di penjara-penjara salib.

Beliau ulangi lagi pemenggalan terhadap Armstrong dengan tangannya yang mulia. beliau sisakan warga Amerika lainnya begitu juga Kim Sun Iel, seorang misionaris Injil dari Korea Selatan, supaya dipenggal kawan-kawannya. Sebab inilah beliau dikenal dengan julukan Amiru dz-Dzabbahin (pemimpin sembelih) dan Amiru l-Istisyhadiyyin (pemimpin bom syahid).

Target Abu Mus’ab

Target beliau bukan mengusir pasukan salib dari bumi Iraq semata, tetapi lebih dari itu. Beliau berpandangan ke depan, beliau mengidamkan tegaknya Khilafah Islamiyyah Rosyidah di atas Manhaj Nubuwwah yang menegakkan syari’at Islam.

Di Iraq, beliau melakukan apa yang belum beliau lakukan ketika di Afghonistan. Beliau melakukan bai’at dan penggabungan tanzhimnya dengan tanzhim Syaikh Usamah bin Ladin, Al-Qoidah. Beliau berseru, “Ana ma’a Usamah haitsu kaana.” (saya bersama Usamah bin Ladin kapan dan dimana saja). Sehingga tanzhim beliau sekarang bernama tanzhim Al-Qoidah di negeri Rofidain. Para mujahidin sangat bergembira dan bersyukur karena keinginan bersatunya mereka di bawah satu bendera terwujud… pertanda bahwa pertolongan Alloh 'azza wa jalla ‘azza wa jalla sudah dekat. Allohu Akbar.. Allohu Akbar.. Allohu Akbar..

تَقَبَّلَهُ اللهُ عِنْدَهُ وَأَلْحِقْنَا بِهِ شُهَدَاءَ مُقْبِلِيْنَ غَيْرَ مُدْبِرِيْنَ

Semoga Alloh 'azza wa jalla menerima kesyahidan (Syaikh Abu Mus’ab) di sisi-Nya…Semoga Alloh 'azza wa jalla mempertemukan kita dengannya sebagai syuhada’ yang selalu maju dan pantang mundur(KHidir)

Sumber:

Diterjemahkan dari Artikel berjudul سيرة حياة الشيخ المجاهد ابي مصعب الزرقاوي situs http//:almaqdese.com dengan beberapa perubahan dan tambahan dari artikel lainnya. Diantaranya:

- Artikel Saiful Adl, Penanggung jawab bagian security, Tandzim Qo'idatul Jihad Internasional. Yang dipublikasikan oleh: Gerakan Jihad Media Internasional melalui situs: www.hanein.net

Artikel Al-Akh. ‘Abdulloh; Abu Mus’ab Abu Mus’ab. Dari situs: izzulislam.wordpress.com.

0 komentar:

 
.