Kamis, 12 Juni 2008

CARA SHALAT MUJAHID


CARA SHALAT MUJAHID

Ada dua pembahasan:

Pertama, Shalat Khauf

Hukum Shalat Khauf

Jumhur ulama fikih berpendapat bahwa shalat khauf diyariatkan, berdasarkan firman Allah:

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ...(النساء: 102)

"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat, maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata…" (An-Nisa': 102)

Shalat Khauf memiliki beberapa syarat, secara umum sebagai barikut:

1. Peperangan yang dilakukan dibolehkan, maksudnya diizinkan untuk melakukannya, seperti memerangi orang kafir.

2. Khawatir terhadap serangan musuh, baik karena keberadaan mereka yang dekat dengan mejahidin atau khawatir sergapan musuh.

3. Keberadaan sedang diburu atau memburu musuh.

Pendapat jumhur ulama fikih, mengakhiran shalat dari waktunya tidak boleh. Bila keadaan mencekam dan peperangan sedang berkecamuk shalat boleh dilakukan dengan berjalan maupun berkendara, ruku' dan sujud dengan isyarat baik menghadap kiblat atau tidak sesuai kemampuan. Dan bila shalat tidak bisa dilaksanakan walau sekedar dengan berucap atau berisyarat karena lesatan peluru dan dentuman bom-bom menghambur sengit, boleh mengakhirkan shalat hingga redanya pertempuran dan juga tidak memungkinkan untuk mengakhirkan shalat dengan niat menjamaknya (jamak takhir).

Cara Shalat Khauf

Shalat Khauf ada tiga keadaan.

Pertama, kekhawatiran yang tidak mencekam, yaitu kekhawatiran akan serangan musuh ketika sedang melaksanakan shalat, baik karena dekatnya jarak dengan musuh atau pengawasannya. Atau juga karena menurut pantauan yang valid musuh sedang bergerak menuju tempat keberadaan musuh. Dan itu semua tanpa pertempuran dan kontak senjata dengan mereka.

Banyak riwayat tentang cara shalat khauf, dan pada keadaan ini ada tiga cara:

1- Imam membariskan para mujahid menjadi dua atau lebih barisan berbaris di belakangnya. Imam melakukan takbiratul ihram dan ruku' beserta semua makmum. Dan bila barisan pertama sujud bersamanya, barisan lainnya berjaga. Dan bila imam berdiri untuk rekaat kedua, barisan lainnya sujud, lalu ikut imam dan menempati barisan pertama. Dan barisan pertama mundur ke balakang. Namun bila masing-masing barisan tetap pada tempatnya juga dibolehkan. Dan bila imam sujud pada rekaat kedua, barisan yang di belakangnya sujud bersamanya. Dan bila imam dan barisan yang sujud bersamanya duduk tasyahhud, barisan lainnya mulai sujud, lalu menyusul tasyahhud bersama imam dan imam salam bersama semua makmum. Cara ini sebagaimana yang tercantum dalam hadits Jabir RA riwayat Muslim.

2- Imam mengelompokkan makmum menjadi dua kelompok. Sekelompok menghadap arah musuh dan sekelompok shalat bersama imam sampai selesai rekaat pertama. Dan bila imam berdiri untuk rekaat kedua, mereka menyempurnakan shalat mereka lalu menempati posisi menghadap musuh. Lalu sekelompok lainnya shalat bersama imam yang sedang dalam rekaat kedua. Dan bila imam duduk tasyahhud mereka berdiri untuk rekaat kedua dan imam menunggu mereka lalu salam bersama mereka. Cara ini sebagaimana yang tercantum dalam hadits Shalih bin Khuwat riwayat Bukhari dan Muslim.

Pendapat jumhur ulama fikih, pada shalat Maghrib imam shalat dua rekaat bersama kelompok pertama dan satu rekaat dengan kelompok kedua. Dan bila dibalik tetap sah. Karena untuk shalat Maghrib tidak ada riwayat dari Nabi shalallahu 'alaihi wasallam.

Dan para ulama fikih tidak memperselisihkan jika pada shalat empat rekaat ketika sedang mukim dua rekaat dengan kelompok pertama dan dua rekaat dengan kelompok kedua. Dan jika imam membagi mereka menjadi empat kelompok, masing-masing kelompok satu rekaat shalat bersamanya tidak mengapa.

3- Imam membagi para mujahid menjadi dua kelompok, sekelompok menghadap musuh dan sekelompok shalat bersamanya hingga selesai dalam semua rekaat, baik shalat dua rekaat, tiga rekaat atau empat rekaat. Lalu mereka menempati posisi menghadap musuh. Kemudian imam shalat kembali bersama sekelompok lainnya sebagaimana shalat bersama kelompok pertama, sebagai shalat wajib bagi mereka dan nafilah bagi imam. Cara ini sebagaimana yang tercantum dalam hadits Jabir RA hadits muttafaq'alaih.

Kedua, kekhawatiran yang mencekam, yaitu ketika mujahidin sedang memburu atau diburu musuh dan kedua belah pihak sudah saling melihat.

Pada keadaan ini para mujahid boleh melakukan shalat dengan berjalan ataupun berkendara, ruku' dan sujud dengan isyarat baik menghadap kiblat atau tidak sesuai kemampuan. Posisi sujud lebih rendah dari pada ruku' sebagaimana firman Allah:

فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَانًا... (البقرة: 239)

"Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan…" (Al-Baqarah: 239)

Cara ini sebagaimana tercantum dalam hadits Ibnu Umar riwayat Bukhari.

Ketiga, ketika pertempuran sedang berkecamuk, yaitu ketika sedang diserang atau saling menyerang. Pada keadaan ini para mujahid boleh mengakhirkan shalat hingga redanya pertempuran dan juga bila tidak memungkinkan untuk mengakhirkan shalat dengan niat menjamaknya (jamak takhir).

Para ulama fikih sepakat bahwa bagi para mujahid bila dalam keadaan yang sangat mencekam boleh melakukan shalat dengan berjalan atau berkendara-dengan berbagai macam bentuknya-melakukan ruku' dan sujud dengan isyarat, menghadap kiblat atau tidak sesuai dengan kemampuan.

Meski menghadap ke kiblat merupakan syarat dalam shalat, namun bila ada uzur seperti pertempuran di jalan Allah Ta’ala dan keadaannya sangat mencekam, mujahid kesulitan untuk menghadap ke kiblat, bahkan ketika awal shalat sekalipun, ia boleh tidak menghadap ke kiblat. Ini sebagaimana kesepatan para ulama fikih.

Bila imam dalam shalat jahriyah khawatir suaranya terdengar oleh musuh hingga terdeteksi keberadaan para mujahidin karenanya dan diketahui musuh sedang shalat, ia boleh melirihkannya. Namun bila juga mengkhawatirkan boleh dengan sirriyah.

Brain-news.blogspot.com,edisi-6, fiqih : Cara sholat Mujahid




0 komentar:

 
.