Kamis, 12 Juni 2008

7 orang yang dinaungi ALLOH



حدثنا محمد بن بشار قال: حدثنا يحيى عن عبيد الله قال: حدثني خبيب بن عبد الرحمن عن حفص بن عاصم عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ) رواه البخاري
Artinya: “Muhammad bin Basysyaar menceritakan kepada kami, menceritakan kepada kami Yahya dari Ubaidillah, Khubaib bin Abdurrahman menceritakan kepada saya dari Hafsh bin ‘Ashim, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: (Tujuh golongan yang dilindungi Allah pada hari yang tiada perlindungan selain daripada perlindungan-Nya: Imam (pemimpin) yang adil, pemuda yang tumbuh dalam peribadatan kepada Allah, laki-laki yang hatinya bergantung kepada masjid, dua orang laki-laki yang saling mencintai karena Allah; berkumpul karena Allah dan berpisah pun karena Allah, laki-laki yang berinfaq dan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan laki-laki yang berdzikir kepada Allah ditempat yang sunyi lalu melelehlah air matanya.) (HR. al-Bukhari.)

Seputar Rawi Yahya adalah al-Qaththan. Ubaidullah adalah Ibnu Umar al-Umari. Khubaib adalah paman Ubaidullah dari pihak ibu. Hafsh bin ‘Ashim adalah putra Umar bin Khaththab, dia adalah kakek Ubaidullah dari pihak ayah.

Makna Hadits Secara ekplisit, hadits ini menunjukkan tentang satu pahala yang hanya akan didapatkan oleh orang-orang tertentu saja, (dalam hadits terdapat tujuh golongan). Al-Kirmani merinci jenis ibadah menjadi dua:
Pertama, antara seorang hamba dengan Rabbnya: 1. Ibadah lisan, yaitu dzikir; 2. Ibadah hati, yaitu selalu bergantung kepada masjid; 3. Ibadah badan, yaitu tumbuh dalam peribadatan kepada Allah.
Kedua, ibadah yang bersifat umum, yaitu adil.
Ketiga, khusus ibadah hati, yaitu saling mencintai karena Allah.
Keempat, khusus dengan harta, yaitu shadaqah.
Kelima, khusus dengan badan, yaitu menjaga kehormatan (kemaluan).

Maksud dari penyandaran kata ‘perlindungan’ kepada ‘Allah’ yang terdapat dalam hadits ini adalah penyandaraan kepemilikan, yaitu perlindungan tersebut milik Allah; dan setiap perlindungan adalah milik Allah. Ini yang dikatakan oleh ‘Iyadh. Bentuk penyandaran yang paling mendekati kebenaran adalah penyandaran khusus sebagai simbol pemuliaan, agar perlindungan yang dimaksud memiliki keistimewaan khusus dibandingkan dengan pelindungan jenis lain.
Sebagaimana orang menyebut Ka’bah dengan ‘rumah Allah’, padahal semua masjid adalah rumah Allah. Isa bin Dinar mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perlindungan dalam hadits ini adalah kemuliaan dan penjagaan. Seperti ucapan, si fulan dalam naungan kekuasaan raja itu. Makna ini juga diakui oleh ‘Iyadh.
Al-Qurthubi berkata bahwa yang dimaksud dengan perlindungan itu adalah naungan ‘Arsy. Sedangkan yang lain berkata, yang dimaksud adalah naungan jannah. Itu berarti mereka akan mendapatkan naungan itu setelah mereka masuk ke dalamnya. Ibnu Hajar al-‘Asqalani lebih memilih pendapat yang mengatakan bahwa perlindungan itu adalah naungan ‘Arsy. Yang dimaksud dengan imam yang adil adalah orang yang memegang tampuk kekuasaan paling tinggi, seperti khalifah atau amirul mukminin.

Termasuk juga dalam kategori imam adalah siapa saja yang memegang urusan suatu kaum; seperti kepala keluarga, kepala perusahaan, dan sebagainya. Sebagaimana yang disebutkan oleh Muslim dalam shahihnya sebuah hadits yang berasal dari Abdullah bin Amru secara marfu’, “Orang-orang yang adil berada pada mimbar-mimbar dari cahaya yang berada di sebelah kanan ar-Rahman, yaitu mereka yang berbuat adil dalam memutuskan sebuah perkara, adil terhadap keluarganya dan bawahannya”.

Orang yang adil itu adalah orang yang mengikuti perintah Allah dengan meletakkan sesuatu pada tempatnya secara proporsional, tidak ekstrim atas (ifrath) dan tidak pula ekstrim bawah (tafrith).

Penyebutan ‘pemuda’ secara khusus dalam hadits ini (yaitu pemuda yang tumbuh dalam peribadatan pada Allah) menunjukkan penekanan bahwa pemuda yang beribadah itu lebih utama dari pada orang yang telah berusia lanjut, karena faktor syahwat mereka yang lebih besar dibanding orang tua. Dengan dorongan syahwat yang luar biasa kuat itu, ibadah akan semakin sulit dikerjakan. Sedangkan orang tua, mereka bisa beribadah dengan ringan karena memang nafsu syahwat mereka telah berkurang banyak. Maksud dari pemuda yang tumbuh dalam peribadatan pada Allah adalah pemuda yang menghabiskan waktu mudanya untuk beribadah pada Allah sampai datang kematian kepada mereka. Bisa juga berarti, mereka menghabiskan masa mudanya dan mencurahkan seluruh energinya untuk beribadah pada Allah.

Tentang orang yang hatinya selalu bergantung pada masjid. Maksudnya adalah hatinya selalu terkait dengan masjid walaupun dia berada di luar masjid, karena rasa cintanya yang teramat besar terhadap masjid. Hadits ini secara implisit menjelaskan tentang keutamaan masjid dibandingkan dengan tempat-tempat yang lain. Karena Allah memberikan perlindungan kepada orang yang hatinya selalu terkait dengan tempat yang mulia itu.

Maksud dari dua orang lelaki yang saling mencintai karena Allah adalah perwujudan dari rasa cinta yang sebenarnya, bukan hanya sekedar pengakuan saja. Hal itu dibuktikan dengan berkumpul dan berpisahnya mereka karena Allah. Yaitu, rasa cinta mereka terhadap saudaranya tidak akan luntur hanya karena perkara yang berbau duniawi, dan dunia sama sekali tidak mampu membuat mereka berpisah, baik secara hakiki atau majazi; sampai pada akhirnya maut lah yang akan memisahkan mereka.
Sebagai catatan, mengapa pada point ini disebutkan dua orang yang saling mencintai, bukan satu orang seperti enam golongan yang lain? Karena, untuk mengaplikasikan cinta harus dari dua arah, jika tidak, maka cinta itu tidak akan sempurna.

Berikutnya, wanita yang menggoda lelaki yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah wanita yang memiliki kedudukan, harta dan kecantikan. Hadits ini menunjukkan bahwa wanita yang seperti itu adalah wanita yang memiliki keistimewaan dibandingkan dengan wanita-wanita yang lain, karena tidak semua wanita bisa mengumpulkan tiga hal tersebut pada dirinya.
Secara zhahir, hadits ini menerangkan bahwa lelaki tersebut menolak permintaan sang wanita untuk berbuat sesuatu yang nista, ini yang dipegang oleh al-Qurthub dan disetujui oleh ulama lain. Namun dapat juga bermakna, lelaki tersebut menolak ajakan sang wanita untuk menikah, karena ia khawatir akan lalai beribadah karena berbagai macam kelebihan yang ada pada istrinya. Atau, ia khawatir tidak dapat menunaikan kewajibannya sebagai suami (karena kesibukannya dalam beribadah) untuk memenuhi segala kebutuhan sang istri dengan kriteria seperti tersebut dalam hadits. Lalu ia berkata dengan lisannya, saya takut kepada Allah. Andainya lisan tidak mampu berkata-kata, cukuplah hal itu diucapkan oleh hatinya. Demikian yang disampaikan oleh ‘Iyadh dan al-Qurthubi.

Lalu, lelaki yang menyembunyikan shadaqahnya (agar terjaga dari riya’), hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya (tidak diketahui oleh hawa nafsunya, atau oleh orang-orang yang berada di sekitarnya). Hal ini umum untuk segala macam jenis shadaqah, baik yang fardhu maupun yang sunnah, banyak atau sedikit. Namun, dari keterangan beberapa ulama yang dinukil oleh an-Nawawi, menampakkan shadaqah fardhu (seperti zakat) lebih utama daripada menyembunyikannya.

Kemudian, lelaki yang berdzikir di tempat yang sunyi hingga mengalirlah air matanya karena takut kepada Allah, (ada juga yang mengatakan karena rindu kepada Allah). Yaitu, mengingat dengan hati dan melafalkan dengan lisan. Dikerjakan ditempat yang sunyi agar terhindar dari riya’. Ada juga yang berpendapat, termasuk dalam kategori ‘sunyi’ adalah orang yang berdzikit kepada Allah ditengah keramaian manusia sedangkan hatinya sama sekali tidak berpaling dari Allah, orang ramai itu tidak dapat mengusik ketenangannya. Akan tetapi, pendapat pertama lah yang lebih absah.

Beberapa Catatan: Penyebutan “lelaki” dalam hadits ini bukan berarti pengkhususan buat kaum laki-laki saja. Dalam beberapa hal wanita dapat mengambil bagian, akan tetapi pada hal tertentu wanita memang dikecualikan. Seperti, menjadi imam (pemimpin) dan hati yang selalu terpaut dengan masjid, karena ada larangan wanita menjadi pemimpin bagi kaum laki-laki dan sebaik-sebaiknya shalat wanita adalah di rumahnya bukan di masjid. Di antara perkara yang bisa dimasuki oleh wanita adalah, ‘seorang lelaki yang dipanggil oleh seorang wanita yang memiliki kedudukan, harta dan kecantikan…’. Dalam hal ini dapat dikiyaskan, juga termasuk seorang wanita yang menolak ajakan seorang raja yang tampan untuk berbuat maksiat.

Wallahu a’lam.

(Fath al-Baari, vol. II, hlm. 182-188)
Hadits,brain-news.blogspot.com,edisi-6 : 7 orang yang dinaungi ALLOH.


0 komentar:

 
.