Ulama fikih sepakat tidak boleh mencincang mayat-mayat orang kafir. Dasarnya hadits Samurah bin Jundab radliyallahu ‘anhu, "Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melarang kami mencincang." (HR Bukhari no. 4192)
Adapun bila dengan mencincang mayat musuh mendatangkan maslahat bagi mujahidin atau sebagai balasan setimpal maka dibolehkan. Ini sebagaimana di tetapkan oleh ulama fikih.
Ulama fikih berpendapat boleh bagi seorang mujahid menceburkan dirinya dalam sesuatu yang menurut perkiraannya besar kemungkinan ia akan mendapat bahaya, bila itu mendatangkan maslahat bagi kaum muslimin dan kehancuran bagi musuh.
Tentang amaliah isytisyhâdiyyah, menurut pendapat ulama yang rajih ia merupakan bentuk jihad fî sabîlillâh yang paling agung dan bagian dari bentuk irhâb yang disyariatkan dan diisyaratkan dalam Al-Qur'an. Sedang penyebutan amaliah ini dengan amaliah bunuh diri salah. Karena ia amaliah isytisyhâdiyyah, (memburu syahid), pembelaan dan keberanian.
Ulama fikih sepakat boleh membakar orang-orang kafir dalam pertempuran bila memang tidak memungkinkan dengan cara yang lain. Sedang bila kaum muslimin mampu menghadapi musuh dengan tanpa membakar maka tidak boleh. Berdasarkan hadits bahwa Nabi ` memerintahkan untuk membakar dua orang laki-laki dari orang kafir, kemudian beliau bersabda, "Sesungguhnya api itu tidak digunakan untuk menyiksa kecuali oleh Allah mak ajika kalian mendapatkan keduanya bunuhlah." HR Bukhari no. 3016).
Ulama fikih sepakat boleh menenggelamkan orang-orang kafir ketika pertempuran bila tidak mampu mengalahkan mereka kecuali dengan menenggelamkan atau juga itu bagian dari balasan yang setimpal.
Ulama fikih sepakat boleh menyerang musuh menggunakan manjanik, peluru,rudal atau sejenisnya.
Para mujahin selayaknya mengetahui setiap hal terbaru tentang persenjataan; cara menggunakannya dan menangkalnya. Karenanya, dibolehkan bagi mujahidin memiliki senjata kimia untuk mengimbangi kekuatan musuh dan menggentarkan mereka. Dan mereka boleh
menggunakannya terlebih dua keadaan berikut:
Ada kepentingan untuk menggunakannya. Seperti bila tidak memungkinkan mengalahkan musuh kecuali dengan menggunakannya atau tidak ada cara lain untuk melawan kekua tan mereka kecuali dengan menggunakannya. Untuk memberikan serangan balasan yang setimpal. Berdasarkan keumuman firman Allah, "Bila kalian menyerang mereka, seranglah sebagaimana kalian diserang…"
(LUKman)
Adapun bila dengan mencincang mayat musuh mendatangkan maslahat bagi mujahidin atau sebagai balasan setimpal maka dibolehkan. Ini sebagaimana di tetapkan oleh ulama fikih.
Ulama fikih berpendapat boleh bagi seorang mujahid menceburkan dirinya dalam sesuatu yang menurut perkiraannya besar kemungkinan ia akan mendapat bahaya, bila itu mendatangkan maslahat bagi kaum muslimin dan kehancuran bagi musuh.
Tentang amaliah isytisyhâdiyyah, menurut pendapat ulama yang rajih ia merupakan bentuk jihad fî sabîlillâh yang paling agung dan bagian dari bentuk irhâb yang disyariatkan dan diisyaratkan dalam Al-Qur'an. Sedang penyebutan amaliah ini dengan amaliah bunuh diri salah. Karena ia amaliah isytisyhâdiyyah, (memburu syahid), pembelaan dan keberanian.
Ulama fikih sepakat boleh membakar orang-orang kafir dalam pertempuran bila memang tidak memungkinkan dengan cara yang lain. Sedang bila kaum muslimin mampu menghadapi musuh dengan tanpa membakar maka tidak boleh. Berdasarkan hadits bahwa Nabi ` memerintahkan untuk membakar dua orang laki-laki dari orang kafir, kemudian beliau bersabda, "Sesungguhnya api itu tidak digunakan untuk menyiksa kecuali oleh Allah mak ajika kalian mendapatkan keduanya bunuhlah." HR Bukhari no. 3016).
Ulama fikih sepakat boleh menenggelamkan orang-orang kafir ketika pertempuran bila tidak mampu mengalahkan mereka kecuali dengan menenggelamkan atau juga itu bagian dari balasan yang setimpal.
Ulama fikih sepakat boleh menyerang musuh menggunakan manjanik, peluru,rudal atau sejenisnya.
Para mujahin selayaknya mengetahui setiap hal terbaru tentang persenjataan; cara menggunakannya dan menangkalnya. Karenanya, dibolehkan bagi mujahidin memiliki senjata kimia untuk mengimbangi kekuatan musuh dan menggentarkan mereka. Dan mereka boleh
menggunakannya terlebih dua keadaan berikut:
Ada kepentingan untuk menggunakannya. Seperti bila tidak memungkinkan mengalahkan musuh kecuali dengan menggunakannya atau tidak ada cara lain untuk melawan kekua tan mereka kecuali dengan menggunakannya. Untuk memberikan serangan balasan yang setimpal. Berdasarkan keumuman firman Allah, "Bila kalian menyerang mereka, seranglah sebagaimana kalian diserang…"
(LUKman)
0 komentar:
Posting Komentar