KETIKA DALAM PERJALANAN UNTUK PERANG
Yakni dengan :
1. Baro’ah (meninggalkan dosa dan maksiat)2. Tajhiz (menyiapkan perbekalan)
3. Mulazamatud dikr
(1). Baro’ah (meninggalkan dosa dan maksiat)
Melepaskan diri dari aib dan dosa, yakni dengan meninggalkan maksiat bertaubat kepada Allah dari dosa yang pernah diperbuat, meluruskan niat dalam jihad semata-mata hanya untuk Allah, dan melepaskan tanggungan dari para pemilik hak yang ada padanya dengan jalan membayarnya atau meminta kerelaan atau izin dari pemilik hak tersebut.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Diampunkan bagi orangyang mati syahid dari semua dosa kecuali hutang”( HR. Ahmad dan Muslim ~shahih~)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Orang yang mati syahid di darat diampunkan semua dosanya kecuali hutang, dan orang yang mati syahid di laut diampunkan semua dosa juga hutang dan amanahnya”( HR. Abu Nu’aim dalam kitab Al Hilyah)
(2). Tajhiz (menyiapkan perbekalan)
Menyiapkan dan mempersiapkan keperluannya selama pergi berjihad di jalan Allah, baik makanan, minuman, pakaian dan peralatan yang lain jika amir tidak menyediakan serta menanggung keperluan tersebut.
Jika amir menanggung dan menyiapkan keperluan tersebut, seperti membentuk bagian logistik dari orang-orang yang berpengalaman, mereka bertugas menyiapkan dan menertibkan dan menyediakan segala keperluan mujahidin, juga mengamankan jalur-jalur pengiriman bahan makanan kepada anggota pasukan dimanapun berada. Tanpa dukungan logistic ini, maka pasukan akan mengalami kesulitan.
Demikian pula seorang mujahid harus menyiapkan senjatanya, amunisinya dan kendaraan tungangannya serta memastikan kebaikan dan keberesannya.
Sebagaimana amir membentuk bagian perbaikan, perawatan dan penyimpanan senjata, mereka bertugas mendistribusikan senjata kepada mujahidin dan memperbaiki yang rusak daripadanya, juga membantu mereka menyiapkan amunisi serta perlengkapan yang lain secara kontinyu dan teratur.
(3) Mulazamatudz dzikr
Seorang mujahid harus senantiasa mengingat Allah Ta’ala, memohon pertolongan padaNya, bertawakal padaNya, dan menggantungkan harapan padaNya dalam setiap gerak dan seluruh kondisinya.
Oleh karena bantuan, kekuatan dan pertolongan hanya datang dari padaNya saja, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu, maka yang mula pertama mujahid harus gandrungi adalah mengerjakan sholat yang wajib, tilawah Al Qur’an, memperdalam pengetahuan dalam urusan dien khususnya fiqh jihad fie sabilillah, sebagaimana ia harus memiliki kecintaan yang sangat kuat untuk mengerjakan sholat-sholat sunnah, berdzikir, dan membaca doa-doa, demikian pula dia harus menjadikan dirinya zuhud terhadap dunia serta cinta terhadap kehidupan akherat, ia putuskan segala pikiran yang mendorong kepada kecintaan terhadap harta, perniagaan, keluarga, anak, kesenangan dunia dengan segala perhiasannya. Sampai ia dapat memutus jalan syetan dan menutup pintu masuk ke dalam dirinya untuk membujuk, menggoda, dan menipu sehingga tinggallah ia seorang diri bersama Rabbnya, menyembah, memohon pertolongan, mengharap dan menginginkan dengan sangat apa-apa yang ada pada sisiNya.
Demiakian pula ia harus bersungguh-sungguh dalam mempraktekkan adab-adab Islam dalam semua urusannya, saat singgah dan perjalanannya, saat makan dan saat minumnya, saat tidur dan saat bangunnya, saat mengambil dan saat memberinya, saat memerintah dan saat melarangnya, saat menasehati dan saat membimbingnya, saat bertemu dan saat berpisahnya, saat bermajelis dan saat pembicaraannya.
Tidak meninggikan suara dalam berdzikir selama berperang diluar keperluan, tidak berharap bertemu dengan musuh, tapi memohon Allah keselamatan, keteguhan, kesabaran dan syahadah serta karunia di syurga.
Allah Ta’ala berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung” (Al Anfal : 45)
Diriwayatkan dari Muadz bin Jabbal bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Berbahagialah bagi orang yang banyak menyebut (nama) Allah dalam jihad, karena sesungguhnya ia memperoleh dengan satu kata (yang ia ucapkan) tujuh puluh ribu hasanah, dan setiap satu hasanah dari padanya ia mendapatkan sepuluh kali lipat yang semisalnya dari sisi Allah sebagai tambahan”.( HR. Ath Tabrani dalam kitab Al Kabir)
Diriwayatkan dari Muadz bin Jabbal dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya pernah seorang lelaki bertanya kepada beliau:
“Mujahidin mana yang paling besar pahalanya? Beliau menjawab Yang paling banyak berdzikir kepada Allah Tabaraka wata’ala”( HR. Ath Tabrani dalam kitab Al Kabir)
Dari Ibnu Abbas, dia berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berdo’a tatkala beliau berada di dalam tendanya:
Yaa Allah, aku mengingatkan Engkau akan jaminan dan janjiMu, yaa allah, jika Engkau kehendaki, Engkau tak akan disembah setelah ini”
Lalu Abu Bakar memegang tangannya dan berkata “Cukuplah bagimu wahai Rasulullah, sungguh Engkau telah memohon dengan sangat kepada Rabbmu”. Lantas beliau keluar dari tendanya dan mengatakan :
“Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang, sebenarnya hari kiamat itu adalah hari yang dijanjikan kepada mereka dan kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit (siksanya)”
Dalam riwayat lain dikatakan : Peristiwa itu terjadi pada perang badar(HR. Bukhory)
Ini adalah lafadz dalam Hadits Bukhori sedangkan lafadz dalam hadits Muslim adalah sebagai berikut : Yaa Allah penuhilan apa yang Engkau janjikan kepadaku, Yaa Allah datangkanlah apa yang Engkau janjikan kepadaku, Yaa Allah andai binasa segolongan (kecil) dari ahli Islam ini, niscaya Engkau tidak akan lagi disembah dimuka bumi ini”
Beliau terus menghiba dan memohon kepada Rabbnya, menegadahkan kedua tangan hingga terjatuh jubahnya.( HR. Muslim ~shahih~)
Dan dari Abdullah bin Abu Aufa dia berkata “Pada suatu hari ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sedang berhadapan dengan musuh, beliau menunggu hingga matahari condong ke barat, kemudian beliau berdiri di hadapan khalayak dan berkata :
“Wahai sekalian manusia, janganlah kalian menginginkan bertemu dengan musuh, mintalah kepada Allah keselamatan, dan jika kalian menghadapi musuh maka bersabarlah dan ketahuilah bahwasanya syurga itu berada di bawah naungan pedang”
Kemudian beliau berdo’a :
Yaa Allah, yang menurunkan Al Kitab, yang menjalankan awan, yang mengalahkan Ahzab (pasukan yang bersekutu) kalahkanlah mereka dan menangkanlah kami atas mereka
Dalam riwayat lain dikatakan :
“Yaa Allah, yang menurunkan Al Kitab, yang sangat cepat perhitunganNya, kalahkanlah pasukan yang bersekutu, Yaa Allah kalahkanlah mereka dan goncangkanlah mereka”( HR. Bukhori dan Muslim)
Hikmah dilarangnya berangan angan bertemu dengan musuh.
Berkata Al Hafidz dalam kitab Fathul Baari bahwa seseorang tidak mengetahui akhir kesudahan yang akan menimpanya, dan ia sama dengan permintaan keselamatan dari fitnah. Ash Shidiq pernah mengatakan : “aku diberi keselamatan dan bersyukur lebih aku senangi dari pada aku diuji dan bersabar”.. Yang lain mengatakan “Dilarangnya mengharap bertemu dengan musuh disebabkan karena di dalamnya ada unsure kekaguman, bersandar dan meyakini kekuatan sendiri, serta meremehkan musuh, dan semua itu bertentangan dengan kehati-hatian dan mengambil sikap waspada”
Penulis menambahkan : “Dan itu adalah bentuk kelaliman, sedangkan Allah telah berjanji akan menolong orang yang di dzalimi ___selesai (Kitab Al Adzkaar oleh an Nawawi dalam bab Al JIhaad)
Qais bin Ibad, seorang Tabi’in berkata :
“Adalah para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam membenci suara ketika berlangsung peperangan”.( HR. Abu Dawud)
Dari Al Barra’ bin ‘Azib, dia berkata “Aku melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memindahkan tanah bersama kami pada perang Ahzab, dan tanah tersebut telah menutup putih kulit perutnya, beliau menyandungkan syair :
Yaa Allah jika tidak karena Engkau, takkan kami beroleh petunjuk, tidak bersedekah dan tidak sholat, maka turunkanlah kepada kami ketenangan serta teguhkanlah hati kami jika berhadapan (dengan musuh). Sesungguhnya mereka itu telah berlaku aniaya terhadap kaum, apabila mereka menghendaki fitnah maka kami menolaknya.( HR. BUkhori muslim ~shahih~)
Dari Anas dia berkata : kaum muhajirin dan kaum Anshar menggali parit dan mengangkat tanah di atas punggung mereka seraya bersenandung Kamilah yang membaiat Muhammad atas Islam dalam riwayat lain dikatakan “atas Jihad” sepanjang hayat kami
Dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab senandung mereka :
“Yaa Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan akherat, maka berkahilah kaum Anshar dan Muhajirin”( HR. Bukhori ~shahih~)
ADAB MUJAHID KETIKA BERPERANG
Yakni :
- Senantiasa mengingat keagungan Allah
- Teguh dan senantiasa muhasabah (introspeksi)
- Sabar dan mushabarah
Sesungguhnya saat-saat berperang melawan musuh, khususnya ketika 2 pasukan telah saling berhadapan dan saling menyerang, merupakan saat-saat yang menggetarkan. Saat seperti itu merupakan beban yang berat dan mengandung nilai yang penting dalam peperangan. Masing-masing pihak berusaha mengacaukan lawannya, menjatuhkan morilnya, menanamkan ketakutan dan perasaan takut mati serta melemahkan semangat mereka dengan serbuan yang menakutkan; taktik stategi yang mencenganngkan maupun dengan “surprise” (pendadakan) yang mengejutkan.
Maka pihak manapun yang memenangkan “kompetisi berdarah” ini, akan dapat mengendalikan jalannya peperangan; akan mampu memanasakan dan mendinginkan situasi kapanpun menghendaki, meningkatkan semangat dan moril pasukannya, serta akan mampu mencapai kemenangan dan menghindarkan diri dari kekalahan.
Kontak senjata yang pertama menjadi ukuran terhadap langkah-langkah selanjutnya, bernilai negative atau positif, menentukan kalah atau menang!
Untuk itu, sudah seharusnya suatu pasukan teguh hati dan pendirian di medan peperangan dengan membekali diri dengan kekuatan iman yang kokoh, moril (ruhiyah) yang tinggi dan semangat yang membara…………… Dimana hal itu bisa didapatkan dari slogan-slogan dan semboyan perjuangan yang mulia, nasehat dan arahan imaniyah untuk senantiasa dzikrullah dan bersabar terhadap bala’ serta kerinduan kepada syurga dan kepada mati syahid dan kecintaan untuk bertemu dengan Allah ‘Azza wa Jalla
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
“hai nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu niscaya mereka dapat mengalahkan 200 orang musuh. Dan jika ada 100 orang (yang sabar) diantaramu, maka mereka dapat mengalahkan 1000 daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. (Al Anfaal : 65)
“Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang –orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan (Nya)”. (An Nisaa’ : 84)
Ada beberapa cara untuk menumbuhkan keteguhan hati dan pendirian di medan peperangan, diantaranya :
Bertakbir ketika melakukan penyerangan untuk mengingat kebesaran Allah, karena barang siapa yang senantiasa mengingat kebesaran Allah, maka ia akan menganggap remeh selain-Nya. Dan barang siapa takut kepada Allah, maka ia tidak akan takut kepada selain-Nya
Senantiasa mengingat bahwa kematian itu adalah perkara yang Haq (pasti), tidak ada seorang pun yang dapat lari darinya, tidak dapat diakhirkan (ditunda) maupun dimajukan. Kematian hanyalah satu, tidak ada duanya…… Dan kematian yang mulia bagi seorang mukmin adalah mati syahid fie sabilillah.
Senantiasa meyakini bahwa janji Allah adalah Haq (benar), dipenuhinya janji-janji itu merupakan sebuah kepastian…. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Hendaklah menyerang musuh ketika mereka dalam keadaan lengah dengan cepat dan tepat, dengan berharap pertolongan Allah, bertawakal kepadaNya dengan keberanian yang terukur, teguh hati dan penuh perhitungan serta dengan penuh kesabaran, dengan berharap ridla Allah, pahala yang besar dan kenikmatan yang kekal.
Bersabar dan senantiasa menjaga kesabaran dalam pedih dan kerasnya peperangan serta resikonya. Dan senantiasa menyadari bahwa diantara kemenangan dan kekalahan memerlukan kesabaran sesat; olehkarena itu hendaklah memperbanyak do’a di medan peperangan, karena do’a di waktu peperangan itu mustajab.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan ta’atlah kepada Allah dan RasulNya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampung-kampung dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Alllah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. Dan ketika syetan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan :”Tidak ada seornag manusia yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu”. Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), syetan itu balik ke belakang seraya berkata :”Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; Sesungguhnya saya takut kepada Allah”. Dan Allah sangat keras siksa-Nya”. (Al Anfaal :45-48)
Dikisahkan, ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengutus sekelompok pasukan (satu thaifah) untuk mengejar pasukan Abu Sufyan seusai perang Uhud, mereka mengeluh atas luka-luka yang mereka dapatkan dalam peperangan. Maka turunlah ayat :
“janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu mendarita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (An Nisaa : 104)
Bersabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam :
“Ada dua waktu ketika itu dibuka pintu-pintu langit, dan sedikit sekali doa-doa yang tidak dikabulkan pada waktu itu, yaitu pada waktu diserukan adzan dan pada saat dalam barisan berperang fie sabilillah.
Dalam lafadz yang lain disebutkan :
“Dua masa apabila seseorang berdo’a tidak ditolak oleh Allah, yaitu pada saat diserukan adzan dan pada saat berkecamuknya peperangan”.( HR. Abu Dawun dan Ibnu HIbban ~shahih~)
“Kesabaran itu awal dari penyerangan” (HR. Al Bazaar)
“Orang yang sabar itu adalah orang sabar diwaktu penyerangan yang pertama”.( HR. Al Bukhory dalam kitab At Tarikh)
Di dalam peperangan Badar, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Pergilah kalian ke syurga yang luasnya seluas langit dan bumi”. Maka berkatalah Umair bin Hamman “Syurga yang seluas langit dan bumi bah.. bah…” Maka berkata Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam “Mengapa kamu berkata bah.. bah…” Umair menjawab “Aku berharap menjadi salah satu penghuninya”. Besabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam “Sessungguhnya engkau akan menjadi salah satu penghuninya.” Maka seketika itu ia membuang kurma yang ada ditangannya seraya berkata : ”Apakah antaraku dan aku masuk syurga dengan menyerang mereka?”Kemudian ia berkata lagi : “Kalau saya masih hidup sampai habisnya kurma ini aku makan, maka itu adalah hidup yang panjang.”.. Kemudian ia maju menyerang musuh sambil mendendangkan sebuah syair :
Lari mengejar ridlo Allah tanpa suatu bekal
Kecuali taqwa dan amal untuk hari kelak
Bersabar karena Allah di medan jihad
Dan setiap bekal akan habis
Kecuali taqwa, kabajikan dan petunjuk
Ia terus berperang hingga terbunuh
Dikisahkan dalam perang Mu’tah, ketika Abdullah bin Rawahah diserahi panji peperangan (sebagai tanda diserahkannya jabatan panglima peperangan) kepadanya.. ia kemudian mencium panji tersebut... seraya menenangkan diri…
Wahai diri… apa yang engkau harapkan di dunia ini?...kebun-kebun?. Itu adalah milik Allah… Anak-anak?..Mereka adalah orang merdeka… Istri?... Maka akan berpisah… Hingga jiwa terbebas dari keinginan dunia dan merasa tenang. Kemudian ia menyerbu ke medan perang dengan teguh hati hingga mati syahid. Dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melihatnya berada di syurga bersama dua sahabatnya yang terdahulu yaitu Zaid bin Haritsah dan Ja’far bin Abi Thalib.
ADAB MUJAHID SEUSAI PERANG
Yakni :
- Dalam kondisi menang
- Dalam kondisi gagal
- Melakukan evaluasi dan pembenahan
Setiap perang akan berkesudahan dengan salah satu antara dua hal Menang atau gagal (kalah), dan mujahid muslim memiliki perilaku akhlaq dan adab dalam dua keadaan tersebut.
(1). Apabila Menang
Seorang mujahid tidak akan congkak, berbangga diri, sombong dan bersikap pongah lantaran mabuk kemenangan dan terdorong oleh luapan kegembiraannya, namun ia akan teringat akna karunia allah yang diberikan kepadanya dan ikhwan-ikhwannya. Mujahidin dengan kemenangan tersebut, sehingga iapun memuji Allah dan bersyukur kepadaNya dengan sikap merendahkan diri, tunduk dan khusyu’.
Muhammad bin Ishaq berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Abdullah bin Abu Bakar, bahwa tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sampai di Dzi Tuwa, beliau berhenti di atas kendarannya, mengenakan ikat kepala dengan sobekan kain bergaris merah, beliau menundukkan kepalanya merendahkan diri kepada Allah saat melihat kemenangan yang dilimpahkan Allah kepadanya hingga ujung jenggotnya hampir-hampir menyentuh bagian tengah punggung ontanya.
Berkata Al Hafidz Al Baihaqi : Dari Anas, dia berkata :
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam masuk ke Mekah pada hari penaklukannya, sedangkan dagunya berada di atas palana kendarannya menampakkan sikap khusyu’.
Dari Ibnu Mas’ud, dia berkata Bahwa ada seorang laki-laki yang berbicara dengan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pada hari penaklukan kota Mekah, tiba-tiba orang tersebut menadi gemetar, maka berkatalah beliau : “Tenang, jangan engkau panic, sesungguhnya aku ini anak seorang wanita Quraisy yang juga makan dendeng”.
Sikap tawadzu’ dalam moment seperti ini, yakni saat masuknya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ke Mekkah dengan diiringi pasukan besar, berbeda jauh dengan apa yang diyakini oleh orang-orang bodoh dari Bani Israil ketika mereka diperintahkan untuk memasuki pintu Baitul Maqdis sambil bersujud (yakni menundukkan diri) seraya mengatakan “Hiththah” (bebaskanlah kami dari dosa) akan tetapi justru mereka masuk pintu tersebut dengan merangkak diatas pantat mereka seraya mengatakan “Hinthah fie sya’rihi” (biji gandum pada kulit gandumnya)
Allah berfirman :
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihta manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan memohon ampunlah kepadaNya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat”’ (An Nashr : 1-3)
(2). Apabila Gagal (kalah)
Seorang Mujahid akan mengembalikan sebab kegalalan kepada dirinya sendiri, demikian pula kekurangan, kelalaian,dan ketidak beresan yang terjadi. Lalu ia meneliti dan mengoreksinya serta menghubungkannya dengan Al Qur’an dan As Sunnah, kamudian menimbangnya dengan timbangan Islam dan Iman, untuk mengetahui dimana letak kesalahan dan kelemahan, dan untuk mengetahui dimana letak kekurangan dan penyimpangan. Lalu ia bertaubat kepada Allah dan beristighfar atas kesalahan yang ia perbuat, baik yang ia ketahui padanya maupun yang tidak ia ketahui.
Sebagaimana ia tetap mengharap pahala di sisi Allah atas ushaa yang talah ia curahkan, kebaikan yang telah ia lakukan, dan kemampuan yang telah ia kerahkan.
Demikian pula ia tidak merasa putus asa serta harap dari rahmat Allah, bantuan, pertolongan, dan pengokohan-Nya pada kesempatan-kesempatan yang lain dimasa mendatang, karena ia mengimani dan meyakini bahwa segala urusan itu berjalan dengan ketentuan Allah, ia hanya berkewajiban untuk mengerahkan segenap kesungguhan dan kemampuannya, dan tidak dibebani untuk meraih keberhasilan, sebab keberhasilan itu pemberian Allah, anugerah dan karunia-Nya.
Allah Ta’ala berfirman :
“Apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. Allah akan member pimpinan kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam syurga yang telah diperkenalkan-Nya kepada mereka.” (Muhammad : 4-6)
Allah berfirman :
“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tiada yang berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir”. (Yusuf : 87)
Allah berfirman :
“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.” (Al Isra’ : 83)
Allah berfirman :
“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia mejadi putus asa dan putus harapan.” (Fushilat : 49)
(3). Melakukan evaluasi dan pembenahan
Merupakan suatu keharusan seusai perang, apabila hasilnya baik menang atau kalah atau dalam keadaan diluar itu, untuk mengadakan evaluasi dan pembenahan.
Dengan evaluasi ini dapat diketahui hal-hal yang positif dan hal-hal yang negative, yang baik dan yang buruk, atau yang benar atau yang salah, dan dapat diketahui pula penyebab bagi keadaan tersebut, kemudian dilakukan muhasabah terhadap mereka.
Siapa yang dalam hal ini telah melakukan tindakan-tindakan yang baik, maka mereka diberi semangat dan diberi hadiah (penghargaan), dan mereka menjadi panutan yang lain, agar supaya yang lain mengikuti jejak mereka.dan siapa dalam hal telah melakukan tindakan yang buruk dan tercela maka mereka ditindak, dicela dan ditegur sesuai dengan kesalahan mereka, yang mana hal tersebut menjadi pelajaran bagi yang lain supaya mereka tidak terjatuh dalam perbuatan yang serupa dalam peperangan-peperangan mendatang.
ADAB MUJAHID TERHADAP SENJATANYA
Yakni dengan :
- Menjaganya
- Merawatnya
- Membawa dan mempergunakan dengan baik
Telah maklum bahwa senjata dalam perang merupakan teman hidup bagi seorang prajurit, oleh karena ia adalah alat membunuh dan alat perang. Tanpa senjata maka tidak akan ada peperangan.
Dengan ketiadaan senjata ini, yang tidak dapat diganti atau macet, atau tidak bias diperbaiki, maka berubahlah prajurit tersebut menjadi tentara tanpa senjata seperti kambing tak bertanduk, tidak mampu berperang ataupun mempertahankan diri.
Terhadap senjata ini, seorang mujahid perlu berbuat seperti berikut ini :
(1). Menjaga dan memeliharanya
Meletakkannya ditempat yang khusus, tersimpan rapi sehingga tidak hilang, dicuri atau dibuat barang mainan. Dia harus merawatnya jangan sampai rusak atau aus. Dan komandan pasukan harus menjaga dan memelihara senjata-snejata yang dimiliki kesatuannya pada tempat-tempat penyimpanan yang khusus (depo-depo senjata) tersedia di dalamnya alat dan sarana pemeliharaan, supaya senjata-senjata selalu bersih dari kotoran, jauh dari udara lembab, bersih dari debu, kuat dan kokoh, tersembunyi (rapat) dari intaian musuh dan terjaga dari tangan-tangan jahil dan orang-orang yang mempunyai maksud buruk.
(2). Memperhatikan dan memperbaikinya
Yakni dengan jalan mengawasinya, memeriksanya, memastikannya, bebas dari kerusakan dan laik digunakan, dengan seluruh potongan dan bagian-bagiannya. Dia harus memperbaiki apabila memang diperlukan, dan juga membersihkan dan memperbagusnya.
Dan untuk pimpinan, hendaknya ia membentuk bagian perbaikan yang berfungsi memperhatikan, merawat dan memperbaiki senjata-snejata yang ada agar tetap baik dan kuat.
(3). Memegang dan mempergunakan senjata dengan baik
Itu bisa dilakukan dengan latihan secara kontinyu, latihan terhadap dasar-dasar cara memegang dan mempergunakannya secara lentur, trampil dan cekatan. Dan dia hendaknya mengetahui dan melihat seluruh jenis senjata-senjata yang ada serta cara penggunaannya, oleh karena pada suatu ketika mungkin dia membutuhkannya.
Dan bagi pemimpin pasukan, hendaknya ia mengadakan diklat-diklat dan kamp-kamp latihan untuk mengajarkan dan melatih penggunaan senjata, khususnya senjata jenis terbaru, untuk memelihara keahlian prajurit dalam memegang dan menggunakan senjata.
Seorang mujahid tidak boleh menodongkan senjatanya ke muka ikhwannya, atau menunjuk dengan senjatanya ke arah mereka meskipun hanya bergurau, sebagaimana dia tidka boleh mengarahkan ujung senjata pada mereka disaat membersihkan dan memperbaikinya, untuk menjauhkan kemungkinan terjadinya kesalahan yang tidak disengaja, yang boleh jadi membahayakan nyawa seorang atau banyak orang.
Hal- hal umum yang berkaitan dangan senjata dan pemeliharannya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Barang siapa yang menahan (menyimpan dan memelihara) kuda untuk berjihad di jalan Allah, karena keimanannya kepada Allah, dan membenarkan janji-Nya, maka kenyang dan puasnya kuda itu, tahi dan kencingnya, semuanya dalam neraca timbangan hasanahnya pada hari kiamat”.( HR. Al Bukrory ~shahih~)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Kuda itu ada tiga macam : Yang membuat pemiliknya diberi pahala, yang menjadi perisai bagi pemiliknya dan yang membuat pemiliknya berdosa. Adapun kuda yang membuat pemilimnya diberi pahala adalah seorang yang menambatkannya untuk berjihad di jalan Allah serta memperpanjang tali penambatnya di ladang penggembalaan atau padang rumput, dan apa yang dilakukan selama pemanbatan dalam penggembalaan atau di padang rumput itu membuat si pemiliknya mendapat pahala, meski kuda tersebut memutus tali penambatnya lalu manaiki suatu tempat yang tinggi (bukit), maka jejak dan kotorannya bernilai pahala baginya, dan andaikata kuda tersebut melewati sungai kemudian minum, padahal dia tidak bermaksud memberinya minum, maka itupun membuatnya memperoleh pahala, dan seorang yang menabatnya karena kaya, untuk dijadikan pelindung dan untuk menjaga mertabat, kamudian dia tidak melupakan hak Allah dalam melayani/merawatnya, maka ia akan menjadi pelindung baginya, dan seorang yang menambatnya karena membanggakan diri, riya’ dan memusuhi orang-orang Islam, maka ia akan mejadi dosa baginya”.( HR. Malik, Ahmad, Al BUkhory, Muslim, At Tirmidzi, An Nasai, dan Ibnu Majah ~Shahih~)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya Allah memasukkan tiga orang ke dalam surga lantaran satu anak panah; Pembuatnya yang berniat baik membuatnya, Yang melemparnya, dan yang mengulurkan anak panah tersebut kepada pelemparnya. Melemparlah dan menungganglah, dan jika kalian melempar lebih aku senangi dari pada kalian menunggang. Barang siapa yang meninggalkan kepandaian melemparnya setelah diajarkan kepadanya karena tidak menyukainya, maka sesungguhnya itu merupakan nikmat yang ditinggalkannya”.( HR. Abu Dawud, An Nasai dan Hakim)
Permisalan pemeliharaan kuda, membuat panah dan berlatih atas dua hal tersebut sama seperti membuat, memelihara dan berlatih senjata-senjata yang lain, baik itu pistol ataupun senapa, atau mortar, atau tank, atau pesawat tempur.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Siapa yang menunjuk saudaranya dengan besi, maka malaikat melaknatnya, meski dia adalah saudara sebapaknya sendiri”.( HR. Muslim dan At Tirmidzi ~shahih~)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Barang siapa yang menodongkan senjata pada kami, maka dia bukan termasuk golongan kami.”( HR. Bukhori, Muslim dan yang lain ~Shahih~)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Perbuatan orang muslim yang memerangi saudaranya adalah kekufuran, dan mencacinya adalah kefasikan.”( HR. Tirmidzi dan An NAsai ~shahih~)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Memerangi seorang muslim adalah perbuatan kufur, dan memcacinya adalah perbuatan fasik, dan tidak hala bagi seorang muslim untuk mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.”(HR. Ahmad, Abu Ya’la dan Ath Thabrani ~shahih~)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Siapa yang menunjuk salah seorang dari orang-orang muslim dengan besi, dan bermakasud membunuhnya, maka telah wajib darahnya ~untuk ditumpahkan~.”( HR. Hakim dalam Al Mustadrak)
ADAB UMMAT TERHADAP MUJAHID
Yakni dengan :
- Memuliakan dan menghormati
- Menolong dan membarikan bekal
- Menggantikan tempatnya dalam menjaga hrata, istri dan anak-anaknya dengan baik.
Sesungguhnya Mujahid di jalan Allah telah menjual barang paling berharga yang dimilikinya, berkorban dengan sesuatu milinya yang termahal karena Allah Ta’ala, serta menggadaikan seluruh hidupnya demi meninggikan kalimat Allah, melindungi Islam, kaum muslimin, negeri mereka, kehormatan mereka, harta benda mereka, dan kemulyaan mereka agar jangan sampai dilecehkan atau terancam bahaya. Dia menyongsong kematian, menempuh bahaya, memikul beban berat dan kepayahan yang teramat sangat, oleh karena itu kaum muslimin patut untuk :
(1). Memuliakan dan menghormatinya
Dengan segala pujian yang baik dan sebutan yang harum. Bagaimana tidak, sedangkan Allah sendiri telah mencintainya, meridlainya, dan memuliakannya dengan setinggi-tinggi pemuliaan.
(2). Menolong dan memberikan bekal
Dengan membantu segala keperluan yang dibutuhkan mujahid, seperti dana, bekal, perlengkapan dan lain-lain. Yakni menyiapkan perbekalannya secara lengkap, bisa lewat individu secara langsung apabila jihadnya secara sendiri, atau lewat pimpinan jika jihadnya kolektif, yang demikian itu agar jihad tetap berjalan, dan agar bendera Islam tetap tinggi, dan ummat Islam dapat hidup dalam kemulyaan, keamanan dan ketentraman.
(3). Menggantikan tempat Mujahid dalam menjaga harta, istri dan anak-anaknya dengan baik
Selama masa kepergiannya dan kesibukannya dalam urusan-urusan jihad. Yakni dengan : Menanggung, menjamin, menolong dan menutup kebutuhan-kebutuhan mereka, menyamankan perasaan mereka, menolak kajahatan dan gangguang kepada mereka, melindungi kehormatan, harta, dan harga diri dari disentuh orang atau diganggu. Dengan demikian, maka tenteramlah keluarga mujahid dan tenteram pula hati mujahid terhadap keadaan keluarganya selama ketiadaaanya dari sisi mereka.
Perlu diketahui bahwa diantara do’a mujahid fie sabilillah ketika menjelang kepergiannya adalah :
“Yaa Allah, Engkau adalah teman dalam perjalanan sebagai pengganti dalam menjaga harta, keluarga dan anak. Yaa Allah sesunguhnya aku berlindung kepadaMu dari sukarnya perjalanan, dari buruknya pemandangan dan dari jeleknya tempat kembali pada harta, keluarga dan anak.”
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Barang siapa yang belum pernah berperang, atau belum pernah mempersiapkan bekal keperluan orang yang berperang, atau menggantikan orang yang berperang dalam menjaga keluarganya dengan baik, maka Allah akan menimpakan kepadanya bencana sebelum hari kiamat.”(HR. Abu Dawud ~shahih~)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Barang siapa yang mempersiapkan bekal keperluan ornag yang berperang di jalan Allah, berarti dia telah ikut berperang. Dan barang siapa yang menggantikan orang yang berperang dalam menjaga keluarganya dengan baik, berarti dia telah ikut berperang.”( HR. Bukhori dan Muslim ~shahih~)
Dari Abu Sa’id Al Khudri, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengutus pasukan ke Bani Lihyan dan beliau bersabda : “supaya keluar dari setiap orang salah satunya!” Kemudian beliau mengatakan kepada yang tinggal : “Siapa di antara kalian yang bersedia mewakili yang keluar (berperang) dalam menjaga keluarga dan hartanya dengan baik, maka dia akan memperoleh pahala seperti separuh dari pahala yang keluar.”( HR. Muslim)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Barang siapa yang memberi buka orang puasa atau menyiapkan keperluan orang yang berperang, maka ia memperoleh pahala seperti pahalanya.”( HR. Baihaqi ~shahih~)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Barang siapa yang member pertolongan kepada roang yang berjihad di jalan Allah, atau orang yang berhutang dalam kefakiran/kesulitannya atau budak Mukatib (yang memerdekakan dirinya secara mengangsur) dalam perbudakannya, maka Allah akan memberikan perlindungan padanya dibawah naungan-Nya pada hari dimana tiada naungan kecuali naungan-Nya.”( HR. Ahmad dan Al Hakim ~shahih~)
KEUTAMAAN JIHAD DI JALAN ALLAH
Islam mendorong kaum muslimin untuk berjihad di jalan Allah dan menggesa mereka untuk terjun ke kancah kancah peperangan dan pertempuran dalam rangka meninggikan kalimat Allah, memberanikan mereka untuk menerjang bahaya dan kesulitan demi memperoleh ridla Allah, serta memotivasi mereka agar senang menyongsong maut dengan lapang dada, hati tegar dan jiwa yang tenang lantaran menginginkan apa yang ada di sini Allah. Dan Allah telah membesarkan ganjaran dan pahala atas amal tersebut serta melimpahkan keutamaan dan anugerah di dalamnya.
Berikut ini anda bisa mengetahui sebagian riwayat yang menerangkan jihad di jalan Allah :
- Jihad di jalan Alllah merupakan salah satu pilar dari pilar-pilar Islam, dan salah satu faridah utama dari faridah-faridahnya
Masalah ini telah dijelaskaan dalam bab faridah jiha mutlak, dan ditambahkan padanya keterangan sebagai berikut :
Jihad di laut adalah lebih utama daripada jihad di daratan, mengingat akan besarnya tingkat bahaya dan ketakutan di dalamnya dan dapat dianalogikan pula di dalamnya –Allahu a’lam- jihad di udara, sebab di dalamnya juga mengandung bahaya dan ketakutan serupa.
Dari Anas R.A. bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah suatu ketika mengunjungi Ummu Haram binti Milhan, dan Ia (ummu Harram) memberinya makan. Ummu Haram sendiri waktu itu menjadi istrinya Ubadah bin Shamit. Kemudian ia duduk membersihkan kepala beliau hingga beliau tertidur. Beberapa saata kemudian beliau terjaga seraya tertawa. Maka bertanyalah Ummu Haram (lantaran heran) : Wahai Rasulullah, apa yang membuat anda tertawa”? Beliau menjawab : Sekelompok manusia dari ummatku, dinampakkan padaku dengan berjihad di jalan Allah. Mereka mengarungi gelombang samudera sebagai raja-raja keluarga atau seperti raja-raja keluarga,” Ummu Haram berkata : “Wahai Rasulullah, mohonkanlah kepada Allah agar Dia menjadikan aku salah seorang diantara mereka”. Kemudian beliau berdo’a untuknya, kemudian meletakkan kepalanya dan tidur, kemudian terjaga seraya tertawa. Ummu Haram (lantaran heran) : Wahai Rasulullah, apa yang membuat anda tertawa”? Beliau menjawab : Sekelompok manusia dari ummatku, dinampakkan padaku dengan berjihad di jalan Allah. Seperi jawaban pertanyaan yang pertama. Ummu Haram berkata : “Wahai Rasulullah, mohonkanlah kepada Allah agar Dia menjadikan aku salah seorang diantara mereka”. Beliau menjawab : “engkau termasuk golongan yang pertama.” Ummu Haram binti MIlhan mengarungi lautan pada zaman Mu’awiyah kemudian seusai berjihad di laut ia terlempat dari binatang tunggangannya hingga tewa, mudah mudahan Allah meridlainya dan bapaknya.( HR. Al Bukhori dan Muslim)
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Hajji bagi yang belum pernah melaksanakan hajji lebih baik dari sepuluh kali berperang, dan berperang bagi yang telah melaksanakan hajji, lebih baik dari pada sepuluh kali hajji, dan berperang di laut adalah lebih baik daripada sepuluh kali berperang di darat. Dan barang siapa yang melewati lautan seolah-olah dia telah melewati seluruh lembah-lembah. Dan ornag yang digoyangkan gelombang di lautan (saat berjihad) adalah seperti orang yang berlumuran darahnya.” (HR. Ath Thabrani dan Al Baihaqi)
(iSA)
0 komentar:
Posting Komentar