Minggu, 13 Juli 2008

Saiful Islam, "KHATTAB" Sang Pedang Islam


Salah seorang mujahid berkata, "Sesungguhnya sejarah Islam tidak akan menggoreskan tintanya kecuali untuk para lelaki yang berlaku jujur kepada Alloh dan kepada siapa saja yang menyertainya; yang mempraktekkan kata-katanya, dan maju di barisan tempur paling depan."
Sebelum syahid (Insya Allah), identitas asli beliau masih misterius, tetapi setelah itu barulah keluarga dan teman-temannya menceritakan siapa dan bagaimana sejarah beliau.
Beliau dilahirkan di Saudi Arabia dengan nama asli Samir Sholeh bin Abdillah As-Suwailim pada tanggal 26 Muharram 1389 H (14 April 1969 M). Dibesarkan oleh keluarga baik dan terpilih, yang dikenal dengan keberanian dan kecerdasannya. Semasa kecil beliau dan saudara-saudaranya sering diajak ayahnya mendaki dan menyusuri gunung. Sejak kecil ayahnya mengenalkannya akan kesungguhan dan pengorbanan.
Seperti kebanyakan anak muda lainnya, beliau memiliki cita-cita yang tinggi. Beliau berusaha mendapat beasiswa sekolah di luar negeri hingga meraih gelar Doktor. Beliau selalu menulis rencana-rencana beliau untuk masa depan di buku catatan pribadinya.
Di saat Khattab berpikir untuk meraih cita-citanya, peristiwa-peristiwa penting menimpa umat Islam di dunia, seperti invasi Uni Sovyet ke Afghanistan dan Intifadhah di Palestina. Peristiwa ini sangat mempengaruhi pemikiran beliau yang akhirnya merubah semua rencana masa depan beliau.

Akhirnya sebelum usianya genap 18 tahun, beliau hijrah ke Afghanistan untuk menjawab panggilan ulama-ulama mujahidin saat itu seperti Asy-Syahid (Insya Allah) Syaikh Abdullah Azzam Rahimahullah, Asy-Syahid (Insya Allah) Syaikh Tamim Adnani Rahimahullah serta Syaikh Usamah bin Muhammad Bin Laden Hafizhahullah meskipun orang tuanya sebenarnya tidak terlalu menyetujuinya.

Di Afghanistan (1988-1994)
Beliau menyelesaikan latihan dasar kemiliteran dalam waktu yang singkat. Kecerdasannya mengundang decak kagum para pelatih. Salah seorang pelatih beliau, Hasan As-Sarehi mengatakan bahwa Khattab selalu merayunya agar dia diletakkan di barisan depan mujahidin saat berhadapan dengan tentara Uni Sovyet. Dalam waktu enam tahun diwaktu usianya belum genap 24 tahun, Khattab telah menjadi salah satu komandan yang disegani oleh Uni Sovyet.
Khattab ikut andil dalam operasi serta perencanaan penaklukan kota Jallalabad, Khost, dan Kabul di tahun 1993. Pada penaklukan Jallalabad, saat mujahidin mengambil alih kantor polisi yang digunakan intelijen Sovyet, ditemukan dimana-mana arsip tentang Khattab. Ternyata sepak terjang Khattab diawasi setiap hari, dibuktikan dengan adanya laporan harian tentang Khattab. Bagi Sovyet, Khattab telah mengakibatkan kekalahan serius di setiap medan pertempuran.

Khattab tinggal di Afghanistan dalam waktu yang lama, bahkan setelah Uni Sovyet kalah telak dan mundur dari Afghanistan, beliau bersikeras untuk tidak kembali ke rumah. Menurut saudaranya, sesekali Khattab mengirim video rekaman kegiatannya di Afghanistan saat bertempur ataupun di saat tenang bersama teman-temannya. Ayahnya ikut menonton video tersebut, lalu ayah Khattab berkata: “Dia bodoh kalau dia ingin pulang!.” Ayahnya menyaksikan kehidupan mujahidin di Afghanistan, hidup merdeka dalam menjalankan syari’at Allah SWT. Ayahnya baru mengerti betapa Khattab sangat dibutuhkan di sana, dan mengapa Khattab bersikeras untuk tidak pulang ke rumahnya.

Di Tajikistan (1994-1995)
Setelah Sovyet mundur dari Afghanistan, Khattab mendapat berita bahwa ada peperangan lagi di Tajikistan dengan musuh yang sama (Uni Sovyet). Lalu berangkatlah Khattab bersama sekelompok kecil Mujahidin ke Tajikistan.
Di sini Khattab mendapat banyak pengalaman baru yang berharga. Beliau menghabiskan waktu 4 bulan untuk persiapan dari membeli senjata, amunisi, alat komunikasi, serta kendaraan. Khattab bercerita bahwa menyeberangi sungai Jeihun (dekat perbatasan Tajikistan) yang deras merupakan jihad tersendiri. Pertama kali Khattab hanya melatih sekitar 100-120 mujahidin, lalu meningkat menjadi 300-400 orang dan lebih banyak seterusnya. Di sana keadaannya sangat sulit, persenjataan mujahidin yang minim, medan jihad yang merupakan pegunungan berat dengan ketinggian minimal antara 2500-3000m dari permukaan laut, “Ketika aku melihat kumpulan-kumpulan orang Chechen memakai kain lilit kepala dengan ‘Laa ilaha illallah…’ tertulis di atasnya dan mengumandangkan takbir, aku memutuskan jihad sedang berlangsung di bumi Chechnya dan aku harus ke sana”.

serta bantuan para donatur yang sulit sampai karena medan berat tersebut, disamping perhatian umat Islam dunia yang kurang terhadap Tajikistan. Tetapi Allah SWT selalu menolong mujahidin yang berjihad ikhlas karena ingin mendapat ridho dari-Nya.
Ketika di Tajikistan Khattab kehilangan dua jari tangan kanannya karena sebutir bom tangan buatan sendiri. Bom tangan tersebut meletup di tangan beliau dan dua dari jari beliau cedera parah. Para Mujahid yang bersama-sama dengan beliau menyuruh beliau pergi ke Peshawar untuk mendapatkan pengobatan, tetapi Khattab enggan. Sebaliknya beliau meletakkan sedikit madu pada luka tersebut (seperti Sunnah Rasulullah SAW) dan membalutnya sambil menegaskan bahwa tidak perlulah beliau ke Peshawar. Hingga syahidnya balutan itu tetap melekat di tangannya.

Perang Chechnya I (1995-1996)
Pada permulaan tahun 1995 terjadilah pemberontakan di Chechnya. Awalnya Khattab berpikir bahwa pemberontakan tersebut yang dipimpin oleh Jenderal Jauhar Dudayev merupakan pemberontakan jenderal komunis biasa dan ini hanya konflik internal dalam Rusia sendiri. Memang media-media di dunia berusaha menutupi masyarakat dunia untuk melihat konflik ini dari pandangan Islam.

Tapi setelah mengetahui yang sebenarnya bahwa Chechnya adalah wilayah dengan penduduk Islam yang ingin memberlakukan syari’at Allah SWT dan lepas dari Rusia, barulah beliau bersiap-siap untuk menyambut panggilan jihad tersebut. Ucapan Khattab waktu itu adalah: “Ketika aku melihat kumpulan-kumpulan orang Chechen memakai kain lilit kepala dengan ‘Laa ilaha illallah…’ tertulis di atasnya dan mengumandangkan takbir, aku memutuskan jihad sedang berlangsung di bumi Chechnya dan aku harus ke sana”.

Ia yang menguasai empat bahasa: Arab, Rusia, inggris dan Pastun, bersama 8 atau 12 mujahidin dari Daghestan berangkat ke Chechnya. Di awal masuknya ke Chechnya beliau tidak mengetahui sama sekali negeri tersebut. Akhirnya menyamar menjadi reporter sebuah stasiun televise. Bertanya kepada mereka dengan beberapa pertanyaan. Demikian pula yang dia lakukan saat perjumpaan awalnya dengan Syamil Basayev, selaku komandan tertinggi mujahidin Chechnya.
Tujuan awal beliau ialah untuk melatih mujahidin disana. “Kami masuk Chechnya dan bertemu dengan sekelompok anak muda yang selalu menjaga sholat mereka. Mereka komitmen ingin berjihad fi sabilillah. Saya sangat heran hingga demi Allah saya menangis ketika melihat mereka,…” , ujar Khattab.

Setelah itu Khattab memulai mengadakan program latihan dasar. Tak disangka sambutan dari pemuda di sana sangat luar biasa dan mereka berbondong-bondong untuk bergabung dengan mujahidin.

Pernah ada seorang nenek yang menghampiri Khattab dan berkata: “Saya ingin lepas dari Rusia dan hidup tenang menjalankan ajaran Islam, kami tidak ingin hidup dijajah Rusia”. Lalu Khattab bertanya: “apa yang bisa engkau sumbangkan bagi mujahidin?”. Lalu nenek itu menjawab: “aku tidak punya apapun yang bisa disumbangkan untuk mujahidin kecuali jaket yang sedang saya pakai ini, berikanlah kepada mujahidin”. Mendengar ucapan nenek itu, Khattab menangis lagi dan mulai saat itu Khattab berjanji tidak akan meninggalkan mujahidin di Chechnya, akhirnya tidak sekedar melatih, beliau juga bergabung dalam berbagai operasi mujahidin di Chechnya.
Dua tahun berjihad di Chechnya dengan metode yang diracik dari pengalaman jihad di Afghanistan dan Tajikistan, ternyata membuahkan hasil bahwa tentara Rusia yang terbunuh selama 3 tahun di Chechnya lebir besar dibanding yang terbunuh di Afghanistan dalam kurun waktu 10 tahun.

Akhirnya pada Agustus tahun 1996 Khattab diangkat sebagai salah satu jenderal di Chechnya, di dalam pelantikannya juga hadir dua panglima Chechnya yaitu Shamil Basayev dan Salman Raduyev.
Masa-Masa Tenang Setelah Rusia Mundur dari Chechnya (I’dad, Dakwah dan Menyebar Bantuan)

Setelah Rusia mundur, mulailah babak baru perjuangan mujahidin Chechnya. Khattab bersama mujahidin lain diminta pemerintah untuk mulai mengorganisir pasukan di seluruh Chechnya. Beliau membangun kamp-kamp pelatihan di Chechnya dan menjalin hubungan dengan seluruh pemuda di Kaukasus. Beliau bersama mujahidin juga membangun sekolah-sekolah dan fasilitas untuk mendidik para juru dakwah yang akan dikirim ke seluruh pelosok untuk berdakwah.
Banyak pemuda yang datang dari seluruh Kaukasus seperti Ingusetia, Daghestan, Uzbekistan, dan Tartaristan serta daerah lainnya. Aktifitas ini benar-benar membuat Rusia tidak tenang.
Setelah perang, Chechnya dilanda kesulitan ekonomi karena embargo dunia dengan diblokadenya perbatasan Chechnya dari seluruh wilayah oleh Rusia, maka dari itu para mujahidin membuat program bantuan ekonomi yang didapat dari para dermawan Islam di Saudi Arabia serta negara berpenduduk Islam lain.

Khattab pernah bertanya kepada seorang wanita tua di Chechnya: “Pernahkah ada bantuan luar negeri kepada kalian?”, wanita itu menjawab: “palang merah internasional pernah datang memberi kami 3 kg gula dan 4 kg tepung serta 2 liter minyak untuk waktu 2 tahun ”, sambil tertawa Khattab berkata: “itulah bantuan dari lembaga bantuan dunia”.
Dimasa tenang ini juga Khattab melangsungkan sunnah Rasulullah SAW yaitu menikah dengan salah satu wanita setempat (dari pernikahan ini beliau dikaruniai 3 orang anak). Begitu juga dengan mujahidin-mujahidin arab serta yang berasal dari daerah lain, mereka membaur dengan orang asli Chechnya dan banyak yang menikah dengan wanita setempat sehingga mereka telah menjadi keluarga.

Dalam masa tenang ini banyak sekali mata-mata Rusia yang dikirim untuk melakukan teror bom serta membunuh petinggi-petinggi mujahidin seperti Shamil Basayev, Ashlan Maskhadov, bahkan Khattab sendiri. Pernah mujahidin menangkap 37 orang agen intelijen Rusia yang menyusup ikut berlatih bersama mujahidin di kamp pelatihan dengan maksud untuk membunuh Shamil Basayev.

Semakin lama jumlah mujahidin di Chechnya semakin banyak, hingga pada suatu saat masa tenang ini berakhir setelah terjadinya peristiwa di Daghestan.

Perang di Daghestan dan Persiapan Perang Chechnya II
Daghestan merupakan wilayah yang berpendudukan Islam seperti Chechnya. Penduduk setempat sudah bosan dengan ulah pemerintah dan polisi setempat, di mana ada polisi, maka di situ pula terjadi pencurian, maksiat, mabuk-mabukan dan suap-menyuap. Maka penduduk suatu daerah disana mengusir pejabat dan polisi lokal serta memberlakukan syari’at Islam. Setelah itu penduduk dapat hidup tenang, kembali kerja di ladang, melakukan ibadah dan aktifitas lain dengan normal. Akhirnya daerah lain di Daghestan banyak yang ikut mengusir pejabat dan polisi lokal mereka dan ikut melaksanakan syari’at Islam.
Saat itu pemerintah lokal meminta bantuan kepada Rusia, maka penduduk setempat meminta bantuan kepada mujahidin di Chechnya. Rusia mengepung dan membombardir desa Karamakhiyo serta dua desa lainnya yang didalamnya terdapat 1000-an anak-anak dan 500-an wanita.

Khattab berkata: “Kalau orang-orang Daghestan ingin menyelesaikan masalah mereka secara internal boleh-boleh saja, tapi jika tentara Rusia ikut campur menyerang, maka tidak ada alasan yang melarang kami untuk membantu penduduk Daghestan mempertahankan diri,…….dan menurut syari’at, kita tidak boleh berdiam diri dan wajib membantu mereka.(muslim Daghestan)”.

Setelah mendapat persetujuan dari 17 ulama Daghestan serta majelis syuro’ mujahidin Chechnya, mujahidin yang dipimpin oleh Khattab sendiri masuk ke Daghestan pada tanggal 22 Desember 1997 dan melancarkan serangan.

Di pertempuran Daghestan ini Amir Khattab kehilangan seorang komandan bawahan beliau yaitu Asy-Syahid (Insya Allah) Abubakar Aqeedah.

Perang Chechnya II
Sewaktu Rusia mundur dari Chechnya, mereka sudah berjanji akan kembali lagi. Kali ini Rusia yang dipimpin Putin sudah mempersiapkan dengan matang untuk menyerang dan merebut kembali Chechnya dari tangan para mujahidin. Mereka merasa yakin dapat dengan mudah merebut Chechnya setelah mempelajari setiap gerak-gerik mujahidin. Padahal mereka tidak tahu Khattab dan para mujahidin lain sudah mempersiapkan kejutan untuk mereka.
Operasi yang terkenal saat perang Chechnya kedua ini ialah operasi Ramadhan 1419 H, waktu itu mujahidin benar-benar memberi pelajaran yang tak terlupakan bagi tentara Rusia dan serangan ke markas OMON (Pasukan Khusus Komando Rusia), operasi ini juga berhasil direkam dengan video oleh mujahidin.

Perlu diketahui semua operasi mujahidin di Chechnya terlebih dahulu meminta persetujuan dari Majelis Syuro’ Mujahidin yang pada waktu itu diketuai oleh Asy-Syahid (Insya Allah) Syaikh Abu Umar Asy-Syaif Rahimahullah (murid Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin Rahimahullah).

Masa-Masa Menuju Ke Alam Baqa’
Setelah 14 tahun berada di medan jihad, akhirnya Khattab syahid pada Maret 2002. Khattab meninggal sebagai korban pengkhianatan. Khattab dibunuh oleh salah seorang kurir surat beliau. Kurir surat tersebut melumuri racun di surat yang dikirim untuk Khattab dari salah seorang pimpinan mujahidin. Waktu itu umurnya belum genap mencapai 33 tahun, tetapi hampir separuh umurnya dihabiskan di medan jihad.

Ternyata, cara kematian ini telah ia gambarkan jauh hari sebelum ajal menjemputnya. Coretan yang ada di buku sekolah Khattab sewaktu muda:
Setetes racun akan membunuhmu,
Dan menjadikanmu tak mampu berbuat apapun,
Kehidupan adalah perjuangan,
Menyelamatkanmu dari tetesan itu,
Tetapi tetap menuju fana’,
Maka pilihlah cara yang baik bagimu mati,
Yang membawa kemuliaan di surga,
Dan jangan sampai kamu mati hanya karena urusan dunia,
Yang akan melemparmu ke neraka,

Begitulah sosok yang paham akan keutamaan jihad dan kemudian mengaplikasikannya. Perhatikan perkataan beliau,
"Kita tidak ditanya tentang hasil perjuangan kita, tetapi kita akan ditanya tentang apa yang sudah kita lakukan, sampai dimana usaha kita. Hanya Allah yang menentukan kemenangan. Allah yang menentukan siapa yang berkuasa. Hendaknya kita tanya pada diri kita sendiri, kenapa kita tidak menolong mujahidin? Kenapa kita tidak memulai? Kenapa kita tidak berusaha? Keputusan hanya di tangan Allah. Sebagian orang hanya sibuk meneliti, mempelajari, menganalisa masalah, apa yang terjadi dan sebagainya. Cara demikian bukanlah cara yang tepat, kita berusaha dan tawakal kepada Allah." (KHidir)

(ditulis dari film dokumenter Khattab Syaiful Islam dan berbagai sumber lain). Sasak.net


1 komentar:

Anonim mengatakan...

...Semoga lahir ribuan khattab.. Insya Allah

 
.