Setelah diketahui bahwa jihad seorang diri itu tergolong jihad yang dibenarkan dan syah yang mengantarkan pelakunya kepada mati syahid, bukan berarti mengabaikan manajement sebuah peperangan yang telah dikendalikan oleh sebuah organisasi. Karena Allah pun telah menyebutkan pentinya pasukan jihad yang teratur dan terkendali. Dalam firmannya;
" إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُم بُنْيَانٌ مَّرْصُوصٌ “
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh."
Dapat kita teliti bahwa kepentingan ini bisa di bagi dua sisi; pertama, karena tuntutan kondisi kaum muslimien yang mengharuskan untuk mengambil musabab munculnya kekuatan, kekokohan dan keteguhan. Kedua; karena adanya dalil-dalil dan nash syar’i.
Adapun pertama, karena kekuatan musuh hari ini – berupa negara atau organisasi – telah maksimal menghadapi kaum muslimien dengan dibekali berbagai musabab kekuatan; sesuatu yang terorganisir dan terprogram, adanya persiapan-persiapan baik dari segi senjata atau pun personal dan lain sebagainya.
Sebaliknya kaum muslimien – termasuk menyia-nyiakan – menghadapi musuh yang kuat dengan musabab yang lemah dan kalah; gerakan yang cenderung sendri-sendiri, atau mental sufistis yang salah dalam tawakkal!!!
Adapun alasan dalil-dali syari’I, Allah ta’ala telah memerintahkan kaum musliemien agar bersiap-siap dan menempuh musebab datangnya kekuatan untuk memberikan rasa takut pada orang-orang kafir dan murtadz. Allah berfirman;
" وَأَعِدُّوا لَهُم مَّااسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللهِ وَعَدُوَّكُمْ وَءَاخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لاَتَعْلَمُونَهُمُ اللهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَاتُنْفِقُوا مِن شَىْءٍ فِي سَبِيلِ اللهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لاَتُظْلَمُونَ {60}" الأنفال : 60
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (61)
berdasar ayat diatas, wajib kepada kaum muslimien untuk menempuh semua musebab kekuatan dan kemenangan maadi dan maknawi, sehingga dapat menakuti musuh-musuh Allah dan musuh-musuh kaum muslimien dari golongan kafir dan munafaqin, yang diantaranya adalah; Al-jama’ah, terorganisir, perencanaan, kepemimpinan dan ketaatan, yang mana jihad tidak berjalan dengan benar tanpa ada unsure tersebut dan unsure tersebut termasuk permulaan yang durury untuk I’dad yang sesuai dengan syar’i.
Dan telah kita saksikan akan keberadaan tho’ifah mansuroh atau sekelompok umat islam yang bersamanya kebenaran sebagaimana rosul sabdakan. Mereka berperang di jalan Allah. Hari ini mereka ada, yaitu di zaman ketika tidak adanya kekhilafahan hingga akhir zaman. Sifat tersebut sebagaimana disebutkan dalam hadits :”لا تزال” (senantiasa ada) yang berarti menunjukan keberadaan mereka dan keberlangsungannya hinggga akhir zaman.
Dr. Abdulloh Azzam berkata : Jihad adalah Ibadah Jama’iyyah yang tidak akan terlaksana kecuali dengan adanya jama’ah yang berhadapan dengan masyarkat jahiliyah atau masyarakat kafir. Oleh sebab itu jihad tidak diwajibkan ketika di Mekah karena lemahnya kaum muslimin, sedikitnya jumlah mereka dan ketidak sanggupan mereka untuk menghadapi jahiliyah yang mengandalkan kekuatan dan jumlah.
Dan selama jihad itu merupakan ibadah jama’iyyah, maka yang memegang perkara ini haruslah amirul jama’ah muslimah dan dialah yang mengumumkan jihad. (I’lanul Jihad, Dr. Abdulloh Azzam, hal. 8)
Dengan demikian, maka apakah masuk akal bahwa mereka thoifah mansuroh tersebut –yang diantara sifat yang masyhur berperang di jalan Allah – melaksanakan kewajiban jihad dengan sendiri-sendiri tanpa terorganisir, atau mereka berperang dengan kelompok yang terorganisir dan selalu mencari musebab datangnya kemenangan ???
Kemudian, hendaknya mereka melihat kepada sejarah Rosulullah saw dan para sahabatnya, ketika mereka belum memiliki daulah islam. Apakah mereka bergerak dalam dakwah sendiri-sendiri tanpa adanya tandzim dan ketaatan pada rosulullah saw, ataukah mereka bergerak dengan tandzim yang rapi dan ketaatan atas nabi saw ???
Dalam hadits rosul sabdakan;
"عليكم بالجماعة و إياكم و الفرقة, فإن الشيطان مع الواحد و هو من الإثنين أبعد, ومن أراد بحبوحة الجنة فليلزم الجماعة" الترمذي : 1758
“hendaknya kalian mengikuti Aljama’ah dan jauhilah perpecahan, karena sesungguhnya syaithon itu bersama satu orang, dan dia lebih jauh dari dua orang. Barang siapa yang menginginkan intinya surga hendaknya mengikuti Aljama’ah”
(hokum islam fie Ad-Dimokratia Waa Ta’addiyyah Hazbiyyah: 174)
Syekh Abdul Mun'im mustofa Halimah (Abu Bashir) dalam kitabnya at thoifah mansurah setelah beliau menjelaskan tentang salah satu sifat at thoifah al mansurah diantaranya adalah al jihadu fie sabilillah beliau memberikan tanbih (perhatian) bahwa meskipun jihad fie sabilillah adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kaum muslimin ketika tidak adanya khilafah, hendaknya mereka tidak melaksanakannya secara perorangan (individu) karena jihad merupakan ibadah jama'ie dan akan menimbulkan madlarat (bahaya) jika amal jama'ie ini dilakukan secara perorangan. Maka diperlukan adanya tansiq antar harakah jihadiyah untuk melaksanakan kewajiban ini. Wallahu 'alam.
Referensi:
- hokum islam fie Ad-Dimokratia Waa Ta’addiyyah Hazbiyyah, Abdul Mun’im Musthofa Halimah: 174
- Jamaa’atul Jihad Aqidatan Waa Manhajan, Maktabah I’lam Lie Jamaa’atul Jihad : 131
- Diroosat haula Al-jamaa’ah Wal Jama’aat, Abdul Hamid Hindawi; 404
1 komentar:
Allahu akbar
Allahu akbar
Allahu akbar
maju terus para mujahid
maju terus para perindu bidadari
maju terus para pencinta Allah
berhangus kelaliman para thoghut
tegakkan tauhid di bumi Allah
dengan jihad fie sabilillah
akhukum
cliquezkenshin, jakarta
Posting Komentar